Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Ajukan 7 Perubahan UU Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 26/09/2020, 13:36 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiadi mengatakan, pemerintah mengajukan tujuh substansi pokok perubahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja dalam rapat Baleg secara virtual, Sabtu (26/9/2020).

Elen mengatakan, tujuh substansi pokok itu adalah waktu kerja, rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA), pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya atau outsourcing, upah minimun, pesangon PHK, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.

"Beberapa usulan lain termasuk masukan MK kami setuju putusan MK, kami akan ikuti dan hal-hal yang tidak sesuai dengan keputusan MK kami kembalikan ke putusan MK. Sanksi pidana kita sepakat untuk kembali pada UU existing," kata Elen dalam rapat.

Baca juga: Sikap Fraksi-fraksi di DPR soal Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja

Elen mengatakan, RPTKA dalam UU Ketenagakerjaan menghambat masuknya TKA ahli yang diperlukan dalam keadaan mendesak.

Oleh karena itu, dalam RUU Cipta Kerja, pemerintah ingin ada kemudahan untuk TKA ahli untuk bekerja di Indonesia untuk kondisi tertentu.

"Kita mengulurkan relaksasi kemudahan hanya untuk TKA ahli yang memang diperlukan dalam kondisi. Kita tidak ingin semua dibuka, Pak, untuk yang betul-betul diperlukan dan punya keahlian," ujarnya.

Elen juga mengatakan, dalam UU Ketenagakerjaan, pekerja kontrak belum diberikan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap.

Maka dari itu, dalam RUU Cipta Kerja, pekerja kontrak akan diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap.

"Antara lain antara upah jaminan sosial, perlindungan K3, termasuk kompensasi hubungan kerja, kami ingin ada kepastian di situ," ucapnya.

Kemudian, menurut Elen, dalam UU Ketenagakerjaan, upah minimum ditangguhkan sehingga banyak pekerja menerima upah dibawah upah minimum dan upah minimum tidak bisa diterapkan pada usaha kecil dan mikro.

Selain itu, kata Elen, terjadi kesenjangan upah minimum di kabupaten/kota.

"Dalam RUU Cipta Kerja, upah minimum tidak ditangguhkan, upah minimum di tingkat provinsi, dan dapat diterapkan upah minimum pada kabupaten kota pada syarat tertentu, dan upah untuk UMKM tersendiri," tuturnya.

Baca juga: Alasan DPR dan Pemerintah Cabut Klaster Pendidikan di RUU Cipta Kerja

Lebih lanjut, Elen mengatakan, pemberian pesangon terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 32 kali upah dianggap sangat memberatkan pelaku usaha, sehingga investor tak berminat berinvestasi di Indonesia.

Oleh karena itu, dalam RUU Cipta Kerja, pemerintah mengusulkan ada penyesuaian perhitungan besaran pesangon PHK.

"Kemudian, menambahkan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP)," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com