Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Ketua Umum Parpol Perlu Bersepakat Tak Gelar Kampanye Langsung

Kompas.com - 20/09/2020, 08:43 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Para pimpinan partai politik diharapkan dapat satu suara di dalam upaya menekan laju penyebaran virus corona di tengah perhelatan Pilkada Serentak 2020.

Salah satunya, yaitu dengan membuat kesepakatan untuk tidak menggelar kampanye langsung dengan pengerahan massa pada masa kampanye.

"Ketua-ketua umum parpol berkumpul membuat kesepakatan tidak boleh ada kampanye langsung mengundang massa, baik di dalam maupun luar ruangan," kata pengamat komuniksi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing, Sabtu (19/9/2020), seperti dilansir dari Antara.

Baca juga: Jika Perppu tentang Pilkada Kembali Diterbitkan, KPU Usulkan 5 Hal Ini

Menurut dia, para kader partai politik di daerah akan mengikuti arahan pimpinan partai politik di tingkat pusat bila kesepakatan tersebut diambil.

Cara ini, imbuh dia, juga dinilai lebih efektif dibandingkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat regulasi baru untuk mengatur hal tersebut.

"Semua (kader) partai manut sama ketua umumnya. Mana partai yang kadernya tidak patuh? Artinya, bukan hanya sekedar kesepakatan tidak berkampanye langsung, tapi kesepakatan juga terkait sanksi bagi kader yang melanggar," ucapnya.

Emrus pun mengapresiasi partai politik bila berani mengambil langkah progresif dengan menjatuhkan sanksi kepada kader di daerah yang tetap menyelenggarakan kampanye langsung dengan mengumpulkan massa.

Baca juga: Sejumlah Pejabat KPU Positif Covid-19 dan Menimbang Kelanjutan Pilkada 2020...

"Sekali melanggar kasih sanksi peringatan. Tapi kalau 3-4 kali melanggar ditarik dari pilkada. Tegas. Sanksinya harus disepakati, diserahkan Bawaslu untuk menegakkan," ucapnya.

Ia menambahkan, jika KPU harus membuat regulasi baru, maka diperlukan waktu yang cukup lama. Selain itu, dikhawatirkan aturan baru yang dibuat justru mendapat pertentangan dari pihak-pihak tertentu.

Di samping itu, aturan baru yang dibuat KPU dinilai lebih efektif untuk mengatur calon independen.

Emrus mengatakan, para pimpinan partai politik harus lebih proaktif dalam mendukung pemerintah mencegah pelaksanaan kampanye langsung yang berpotensi menghadirkan massa dalam jumlah besar.

"Jangan sampai terjadi klaster baru dalam pelaksanaan pilkada. Jangan dorong KPU membuat PKPU dan sebagainya. Tetapi, para ketua umum berkumpul, buat kesepakatan," ujarnya.

"Para ketua umum parpol kan negarawan, berkumpullah, buat kesepakatan," imbuh Emrus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com