Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Regulasi Pelaksaan Pilkada 2020 Dinilai Tak Mampu Cegah Pelanggaran Protokol Covid-19

Kompas.com - 17/09/2020, 15:09 WIB
Tsarina Maharani,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Pemantauan Pemilu Daerah Komnas HAM Tahun 2020 Hairansyah menilai, regulasi yang telah disusun pemerintah dan penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan Pilkada 2020 tidak mampu mencegah pelanggaran protokol Covid-19.

Menurut Hairansyah, hal ini terbukti dari banyaknya kasus pelanggaran protokol Covid-19 oleh bakal pasangan calon pilkada saat hari pendaftaran pada 4-6 September lalu.

"Dari proses regulasi dan institusi yang ada, terutama yang terkait pelaksanaan protokol Covid-19 atau pilkada di masa pandemi, nampak sekali ada ketidakmampuan institusi dan regulasi untuk melakukan pencegahan," katanya dalam diskusi daring Komnas HAM, Kamis (17/9/2020).

Baca juga: 2 Bakal Paslon Pilkada Wonogiri Telah Lengkapi Berkas Perbaikan

Dia mengatakan, persoalan ini sebetulnya berakar dari buruknya respons pemerintah menangani pandemi Covid-19.

Tim pengkajian dan penelitian Komnas HAM telah menyampaikan 18 rekomendasi kepada pemerintah setelah melakukan pemantauan terhadap berbagai kebijakan pemerintah sejak awal pandemi.

Salah satu rekomendasi Komnas HAM yaitu agar pemerintah memperkuat peraturan perundang-undangan untuk penanganan Covid-19.

"Salah satunya soal penguatan perundang-undangan. Artinya, penguatan legalitas dari ketentuan yang mengatur soal bagaimana menangani Covid-19 ini sendiri. Ini juga yang berdampak sampai sekarang," ujar Hairansyah.

Namun, di saat peraturan penanganan pandemi Covid-19 dan penerapannya masih jauh dari harapan, pemerintah kemudian memutuskan menyelenggarkan pilkada pada Desember 2020.

Hairansyah mengatakan, Pilkada 2020 merupakan perhelatan besar yang rawan diwarnai kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan kerumunan massa.

Baca juga: Kemendagri: Dunia Tutup Konser Musik, Aneh kalau Diizinkan di Pilkada

Menurut dia, tanpa regulasi yang memadai, protokol Covid-19 tidak dapat diterapkan dengan maksimal.

"Dalam situasi ini akan ada event yang sangat besar yaitu pilkada di sekian ratus kabupaten/kota dan provinsi yang di dalamnya ada kegiatan yang berpotensi terjadi kerumunan," ujar dia. 

"Padahal salah satu dari 3M yang dianjurkan, yaitu menjaga jarak. Menjaga jarak ini dalam konteks pilkada, misal saat pendaftaran, hampir tidak bisa diterapkan," kata Hairansyah.

Karena itu, Hairansyah mengatakan, pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu betul-betul mempertimbangkan untuk melanjutkan pelaksanaan Pilkada 2020.

Ia mengatakan, UU Nomor 6 Tahun 2020 memungkinkan pilkada ditunda hingga pandemi berakhir.

"Perppu Nomor 2/2020 yang jadi UU Nomor 6/2020 itu mensyaraktkan mempertimbangkan penundaan karena pandemi dan bisa dilanjutkan kalau ini sudah berakhir. Jadi ada syarat undang-undang yang terpenuhi untuk dilakukan penundaan," kata dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com