JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Bidang Pendidikan NU Circle Ahmad Rizali mengkritik pasal 53 tentang Badan Hukum Pendidikan dalam omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Pasal tersebut mengubah substansi pasal yang sama dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Pasal 53 ayat (3) UU Sisdiknas mengatur bahwa badan hukum pendidikan berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri.
Namun, ketentuan itu diubah dengan menambahkan kata 'dapat'. Dalam RUU Cipta Kerja, badan hukum pendidikan dapat berprinsip nirlaba.
Baca juga: Komite III DPD Desak Norma Bidang Pendidikan Dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja
“Pendidikan dasar yang paling terdampak jangka panjang atas pasal 53 itu, semua perguruan swasta yang awalnya berprinsip nirlaba, sekarang hanya opsi, bukan prinsip,” kata Ahmad saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/9/2020).
Menurut Ahmad, ketentuan tersebut akan membuat lembaga pendidikan memiliki dua pilihan prinsip, nirlaba (tidak mencari keuntungan) atau laba (mencari keuntungan).
Dengan begitu, lembaga pendidikan tidak akan jauh berbeda dengan korporasi yang berorientasi pada profit.
Ahmad mengatakan, ketentuan dalam RUU Cipta Kerja ini akan semakin mendorong sektor pendidikan sebagai komoditas. Artinya pendidikan menjadi jasa yang diperjualbelikan tergantung permintaan dan penawaran.
“Izinnya adalah izin usaha atau profit, sehingga pendidikan, khususnya swasta seperti LP Maarif NU, Muhammadiyah, PGRI dan yayasan-yayasan berbasis agama dan nasional berubah prinsip,” tutur dia.
Baca juga: Ketua Komisi X Minta Baleg Cabut Klaster Pendidikan dari RUU Cipta Kerja
Selain itu, Ahmad juga menyoroti perubahan Pasal 53 ayat 1 UU Sisdiknas yang mengatur bahwa penyelenggara satuan pendidikan berbentuk badan hukum didirikan oleh pemerintah dan masyarakat.
Namun dalam RUU Cipta Kerja, kata 'pemerintah' dihapus. Menurut Ahmad, perubahan tersebut membuat posisi pemerintah dalam sektor pendidikan menjadi tidak jelas.
Sebelumnya, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai sejumlah pasal dalam omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja berpotensi membuat Indonesia menjadi pasar bebas pendidikan.
“Ada beberapa pasal terkait Pendidikan di RUU Ciptaker yang kontraproduktif dengan filosofi dan tujuan penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (11/9/2020).
“Jika benar-benar diterapkan maka RUU Cipta Kerja klaster Pendidikan akan membawa Indonesia sebagai pasar bebas pendidikan,” lanjut dia.
Baca juga: Ketua Komisi X Sebut RUU Cipta Kerja Berpotensi Jadikan RI Pasar Bebas Pendidikan
Huda menjelaskan semangat yang dibawa RUU Ciptaker mengarah kepada liberalisasi Pendidikan.
Sebab, peran negara dibuat seminimal mungkin dan dinilai menyerahkan penyelenggaraan Pendidikan kepada kekuatan pasar.
“Kondisi ini akan berdampak pada tersingkirnya lembaga-lembaga pendidikan berbasis tradisi seperti pesantren dan kian mahalnya biaya pendidikan,” ungkap Huda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.