Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diputus Besok, Ketua KPK Dinilai Layak Diberi Sanksi Berat

Kompas.com - 14/09/2020, 17:07 WIB
Dani Prabowo

Penulis

Sumber kompas.id

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, akan diputus oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Selasa (15/9/2020) esok.

Sejumlah kalangan pun menilai bahwa Firli layang dijatuhi sanksi berat dalam perkara tersebut. Pasalnya, akibat penggunaan helikopter mewah untuk kepentingan pribadinya pada medio Juni 2020, Firli dinilai telah merugikan KPK sebagai lembaga negara.

Anggota Dewas KPK Syamsudin Haris mengatakan, sidang etik Firli sudah selesai dan tinggal putusan.

"Sidang putusan terbuka untuk umum," kata Syamsudin seperti dilansir dari Kompas.id, Senin (14/9/2020).

Baca juga: Dewan Pengawas KPK Didesak Jatuhi Firli Bahuri Sanksi Berat

Saat Firli diperiksa, ia mengatakan, Dewas KPK tidak menghadirkan saksi. Selain itu, Firli juga tidak mau menggunakan pembelaan (pledoi).

Sanksi berat

Kasus Firli bermula dari laporan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) beberapa waktu lalu. Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya keputusan atas kasus Firli kepada Dewas KPK.

"Harapannya, ya, Dewas menyatakan Firli terbukti melanggar etik dan dikenai sanksi mengundurkan dari jabatan Ketua KPK," kata Boyamin.

Menurut dia, sanksi tersebut dapat dijatuhkan karena Firli dianggap telah memperlihatkan gaya hidup mewah.

Hal senada pun disampaikan pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Menurut dia, sebagai lembaga antirasuah, KPK harus diisi oleh oleh orang-orang, terutama komisionernya, dengan standar moral dan integritas tinggi.

Baca juga: Menanti Putusan Sidang Etik Firli Bahuri...

Sebab, sumber daya manusia tak hanya bertugas menjalankan tugasnya, tetapi juga menjadi telada bagi insan penegak hukum lain.

”Integritas dan standar moral yang tinggi menjadi sebuah persyaratan yang mutlak melekat pada pribadi komisionernya. Dengan perilaku yang bergaya hidup mewah (naik helikopter untuk kepentingan pribadi), maka itu jelas sebuah tindakan yang tidak etis,” kata Fickar.

KPK, imbuh dia, memiliki standar integritas yang tinggi sehingga bergaya hidup mewah merupakan pelanggaran etika berat dan cukup beralasan serta adil jika Firli dihukum dengan pencopotan jabatan.

Dalam peraturan Dewas KPK tentang etika telah diatur larangan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat, terutama kepada sesama insan komisi.

Ia menegaskan, pelanggaran integritas sangat merugikan KPK sebagai lembaga negara yang artinya sama dengan merugikan negara.

"Kerugian dalam konteks etis itu tidak terbatas pada kerugian materiil, tetapi juga kerugian imateriil, dalam hal ini kerugian yang bersifat tidak nyata, seperti nama baik," kata Fickar.

Baca juga: Dewan Pengawas KPK Putuskan Dugaan Pelanggaran Etik Firli Bahuri Pekan Depan

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan, dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK Pasal 9 Angka (3) Huruf C disebutkan, "Dampak atau kerugian terhadap Negara termasuk Pelanggaran Berat".

Ia menjelaskan, dampak kerugian pada negara tidak hanya dari sektor ekonomi. Dewas KPK tidak dapat melihat kasus ini secara parsial. Sebab, apa yang telah dilakukan Firli telah menjatuhkan citra KPK.

Kurnia menegaskan, KPK merupakan bagian negara sehingga rusaknya citra KPK mengakibatkan kerugian terhadap negara.

Meskipun Firli berdalih perbuatan tersebut dilakukan saat cuti, hal tersebut tetap tidak bisa dibenarkan.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, Ketua KPK menggunakan helikopter demi efisiensi waktu karena dia cuti hanya sehari.

Firli juga menepis tudingan bahwa dirinya bergaya hidup mewah dengan menyewa helikopter saat melakukan perjalanan di Sumatera Selatan, akhir Juni 2020.

Firli beralasan, penggunaan helikopter saat itu karena kebutuhan dan tuntutan kecepatan tugas. Dia juga mengaku membayar biaya sewa helikopter itu dari kantong pribadinya .

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com