JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono memaparkan peran kepolisian seandainya terjadi kerumunan massa atau pelanggaran protokol kesehatan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020.
Awi mengatakan, dalam hal ini pihaknya bertindak sesuai dengan aturan yang telah tertuang dalam Undang-Undang Pilkada dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
"Bahwasannya semua kegiatan terkait dengan tahapan Pilkada serentak sudah diatur, ada undang-undangnya, ada PKPU-nya sehingga kita ini tinggal mengikuti aturan yang ada," kata Awi di Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis (10/9/2020).
Baca juga: Komisi II Minta Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP Rumuskan Sanksi Hukum untuk Tahapan Pilkada 2020
Sesuai bunyi PKPU Nomor 6 Tahun 2020 khususnya Pasal 11 Ayat (2), kata Awi, pihak yang melanggar protokol kesehatan Pilkada akan mendapat teguran dari KPU.
Namun, jika dengan teguran pelanggaran protokol kesehatan tetap terjadi, Pasal 11 Ayat (3) memberi kewenangan kepada KPU dan Bawaslu untuk menentukan sanksi yang akan dikenakan bagi pihak pelanggar.
Sanksi tersebut bisa berupa administrasi maupun pidana.
Dalam hal diputuskan penjatuhan sanksi pidana, kepolisian berwenang untuk menindaklanjuti.
"Kita sendiri dalam pilkada serentak, Polri juga duduk bersama Bawaslu, Kejaksaan, di Gakkumdu, jadi proses-proses pelanggaran itu akan dibahas di sana, administrasi atau pidana," kata Awi.
"Kalau pidana, polisi yang akan ditindaklanjuti, itu aturan mainnya harus diikuti," ucap dia.
Baca juga: Hanya 1 Paslon Penuhi Syarat, Pendaftaran Pilkada Kukar Diperpanjang
Kendati demikian, Awi menyebut, sebagaimana arahan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis beberapa waktu lalu, proses hukum terhadap bakal pasangan calon yang diduga terlibat kasus pidana untuk sementara waktu akan ditunda.
Kecuali, tindak pidana pemilu dan kasus tindak pidana yang melanggar keamanan negara.
Menurut Awi, dalam penindakan yang dilakukan aparat kepolisian, penegakkan hukum adalah upaya terakhir.
Polisi, kata dia, mengedepankan upaya preventif dan preemtif, serta menerapkan prinsip kehati-hatian.
"Jadi memang kita dalam hal ini kehati-hatian juga kita jaga jangan sampai institusi polri ini terseret ke ranah politik," kata dia.
Pada 4-6 September lalu, KPU menggelar pendaftaran peserta Pilkada 2020.
Selama 2 hari pendaftaran, terjadi 243 dugaan pelanggaran yang dilakukan bakal calon kepala daerah.
Data itu dihimpun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Jumat hingga Sabtu, 4-5 September 2020.
Dugaan pelanggaran ini berkaitan dengan aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang berlaku selama masa pendaftaran.
"Hari pertama 141 (dugaan pelanggaran), hari kedua 102," kata Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/9/2020) malam.
Baca juga: Anggota Komisi II Minta Mendagri Libatkan Polisi Kawal Tahapan Pilkada
Fritz menyebut, para bapaslon diduga melanggar aturan karena umumnya membawa massa saat mendaftar ke KPU. Ada pula bapaslon yang ketika mendaftar tak membawa surat hasil tes PCR atau swab test.
Setelah pendaftaran peserta ditutup, tahapan Pilkada 2020 akan dilanjutkan dengan penetapan paslon pada 23 September.
Sementara, hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan digelar serentak pada 9 Desember.
Adapun Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.