Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakob Oetama: Koran Itu Harus Jadi Miniatur Indonesia

Kompas.com - 09/09/2020, 14:43 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, meninggal dunia pada usia 88 tahun di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (9/9/2020).

Jakob tutup usia pada pukul 13.05 WIB setelah menjalani perawatan lantaran mengalami gangguan multiorgan.

Almarhum diketahui mendirikan Harian Kompas bersama PK Ojong pada 1965, setelah dua tahun sebelumnya mendirikan majalah Intisari.

Baca juga: TNI AU Ucapkan Belasungkawa atas Meninggalnya Jakob Oetama

Kelahiran Kompas tidak terlepas dari permintaan Menteri/Panglima TNI AD Letjen Ahmad Yani, melalui Menteri Perkebunan Frans Seda dari Partai Katolik, agar partai tersebut mendirikan surat kabar.

Saat itu, hampir semua partai yang ada di Indonesia memiliki corong partai.

Setidaknya, ada tiga konstelasi politik yang berkembang kuat ketika itu.

Pertama, Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Kepala Pemerintahan yang mengonsolidasikan kekuatan dan kekuasaan politiknya melalui pengembangan demokrasi terpimpin.

Berikutnya, ada ABRI yang berusaha meredam kekuatan politik Partai Komunis Indonesia melalui kerja sama dengan organisasi-organisasi masyarakat dan politik non atau anti-komunis.

Ketiga, PKI yang merapat ke Bung Karno.

Baca juga: Dokter Sebut Jakob Oetama Masuk RS dalam Kondisi Kritis

Gagasan Ahmad Yani, Partai Katolik perlu memiliki sebuah media untuk mengimbangi kekuatan PKI.

Jakob dan Ojong kemudian sepakat untuk mendirikan sebuah surat kabar yang diharapkan dapat menjadi sebuah jalan tengah.

Meski lahir dari inisiatif tokoh Partai Katolik, koran itu bukan menjadi corong partai. Sebab, koran baru yang akan berdiri saat itu diharapkan dapat berdiri di atas semua golongan.

Oleh karena itu, koran tersebut harus bersifat umum, didasarkan pada kenyataan kemajemukan Indonesia, harus menjadi cermin realitas Indonesia, mengatasi suku, agama, ras, dan latar belakang lainnya.

"Dia (koran itu) harus mencerminkan miniaturnya Indonesia," kata Jakob, seperti dilansir VIK bertajuk "Jakob Oetama 85th: The Legacy".

Baca juga: Jakob Oetama Meninggal Dunia, Masyarakat Berduka di Twitter

Semula, nama "Bentara Rakyat" yang hendak dipilih untuk nama koran baru itu. Nama itu bertujuan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

Moto yang dipilih adalah "Amanat Penderitaan Rakyat". Koran itu juga ditegaskan bukanlah koran partai, melainkan sarana untuk kemajuan Indonesia yang berpijak pada kemajemukannya.

Ketika Frans Seda bertemu dengan Bung Karno dan mengusulkan nama tersebut, Presiden RI pertama itu tidak menyetujui nama tersebut.

Bung Karno pun berkata, "Aku akan memberi nama yang lebih bagus...'Kompas'! Tahu toh, apa itu kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba!".

Jadilah nama pemberian Bung Karno itu digunakan sebagai nama koran hingga sekarang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com