Di dalam film dokumenter Garuda's Deadly Upgrade (2005), kejanggalan itu terlihat setelah terdapat surat tugas Nomor GA/DZ-2270/04 tertanggal 11 Agustus 2004.
Surat itu ditandatangani oleh Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan.
Gara-gara surat itu juga, Indra pun turut menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Munir dan divonis 1 tahun penjara pada 11 Februari 2008.
Di persidangan, Indra membantah terlibat di dalam kasus pembunuhan tersebut. Namun, muncul dugaan bahwa surat tugas itu dibuat setelah Indra menerima surat dari Badan Intelijen Negara (BIN).
Baca juga: 16 Tahun Pembunuhan Munir, Komnas HAM Diminta Lakukan Penyelidikan Pro Justitia
Surat dari BIN itu diduga diterima pada kurun Juni atau Juli 2004. Di dalam pledoinya, Indra tidak tahu apakah surat BIN itu bagian dari rencana pembunuhan Munir atau tidak.
Namun, yang ia pahami bahwa surat tersebut merupakan surat resmi dari lembaga negara yang salah satunya mencegah ancaman teror.
Seret nama BIN
Setelah Pollycarpus, giliran nama mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono yang turut terseret dalam perkara ini.
Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Muchdi Pr sebagai tersangka setelah menjalani serangkaian pemeriksaan. Muchdi pun diketahui menyerahkan diri sebelum diperiksa.
Baca juga: Mengenang 16 Tahun Wafatnya Munir, Pejuang Kemanusiaan
"Beliau menyerahkan diri dan bersikap sangat kooperatif dengan penyidik. Pasal yang dikenakan adalah Pasal 340 tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 55 tentang turut serta dalam tindak pidana," kata Kabareskrim saat itu, Komjen Bambang Hendarso.
Namun, di dalam persidangan pada 13 Desember 2008, Muchdi Pr akhirnya divonis bebas dari segala dakwaan.
Ujian sejarah
Sebenarnya, cahaya harapan agar kasus serta dalang di balik pembunuhan Munir terungkap sempat menyala, yaitu saat Presiden SBY membentuk tim investigasi independen atau tim pencari fakta untuk mengungkap pembunuhan di udara itu.
Namun, hingga kini hasil investigasi itu tidak pernah dibuka ke publik.
Pada 2016 lalu, Komisi Informasi Pusat (KIP) sempat membuat keputusan agar Presiden Joko Widodo dapat mengumumkan hasil penyelidikan yang dilakukan tim penari fakta.
Baca juga: 16 Tahun Terbunuhnya Munir, Komnas HAM Usul 7 September Jadi Hari Perlindungan Pembela HAM