Namun, pengaduan tersebut hingga kini tak membuahkan hasil. Karena itu, masyarakat adat tidak memiliki pilihan selain melakukan penolakan keras.
Sementara itu, Dikretur Eksekutif Daerah Walhi Kalimantan Tengah, Dimas Hartono pihaknya hingga kini belum mengetahui keberadaan Buhing.
Padahal, keberadaan Buhing sangat diperlukan karena untuk kepentingan penampingan hukum.
"Hingga saat ini, posisi beliau di Polda tidak ada, kita sedang mencari informasi, karena memang ini menjadi penting untuk sejauh mana proses BAP dapat didampingi oleh pengacara," kata Dimas.
Dikutip dari keterangan tertulis KNPA pada Rabu (26/8/2020), kasus dugaan perampasan ini telah mengakibatkan enam anggota masyarakat adat dikriminalisasi oleh perusahaan dan aparat kepolisian setempat.
Akibat perampasan itu, pemukiman dan tanah pertanian masyarakat di wilayah adat Laman Kinipan telah digusur sejak 2018 dengan menggunakan alat berat demi perkebunan sawit.
Baca juga: Kontras Sebut Negara Kerap Kacaukan Penyelesaian Konflik Adat di Papua
PT SML berdalih, bahwa penggusuran dan perambahan hutan tersebut dilakukan secara sah karena telah mangantongi izin pelepasan lahan seluas 19.091 hektar dari KLHK melalui surat 1/I/PKH/PNBN/2015 pada 19 Maret 2015.
Selain itu, berdasarkan Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 82/HGU/KEM-ATR/BPN/2017 tentang Pemberian Hak Guna Usaha (HGU) Atas Nama PT Sawit Mandiri Lestari seluas 9.435,2214 Hektar.
Namun, terbitnya pelepasan hutan dan HGU diduga cacat hukum karena tanpa persetujuan masyarakat adat Laman Kinipan sebagai pemilik wilayah adat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.