Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Sebut Negara Kerap Kacaukan Penyelesaian Konflik Adat di Papua

Kompas.com - 27/12/2016, 18:46 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan, pemerintah kerap mengintervensi konflik antarsuku adat di Papua.

Namun, intervensi pemerintah dinilai justru menimbulkan persoalan baru.

“Di masyarakat asli Papua penyelesaian antarsuku itu punya acara masing-masing yang kadang-kadang dibikin kacau oleh negara,” kata Haris saat pameran foto bertajuk “Suara dari Timur: Papuaku, Papuamu?” di Jakarta, Selasa (27/12/2016).

Masyarakat Papua, kata dia, memiliki kearifan lokal untuk menyelesaikan konflik antar suku.

(Baca: Kontras: Banyak Kasus Pelanggaran HAM di Papua yang Belum Tersentuh)

Sebagai contoh, ketika ada anak salah satu suku dibunuh oleh suku lain, maka ada kewajiban untuk “menyerahkan nyawa” sebagai balasan.

Namun, lanjut dia, nyawa yang diserahkan bukan berarti dibunuh. Cukup dengan menyerahkan anak dari suku yang membunuh kepada suku yang dibunuh sebagai gantinya.

“Iya (sebagai ganti rugi). Jadi ganti nyawa itu bukan sama-sama dengan membunuh,” ujarnya.

Ironisnya, kata dia, penyelesaian konflik dengan cara adat itu kerap diartikan berbeda oleh aparat penegak hukum.

Aparat justru melakukan proses hukum dengan cara tidak profesional yang justru menyebabkan timbulnya persoalan baru antara warga dan aparat.

“Orang asli sana akhirnya mereka bukannya ribut antarsuku, tapi malah ribut dengan polisi. Jadi masalahnya, negara yang hadir di Papua ternyata enggak ngerti ngadepin orang Papua dengan khasnya, dengan nilai-nilai adatnya, dengan wisdomnya ada semua,” kata dia.

“(Negara) justru enggak ngerti dengan konsep kehidupan adat mereka dan negara enggak terus melindungi,” lanjut dia.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com