JAKARTA, KOMPAS.com – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan, pemerintah kerap mengintervensi konflik antarsuku adat di Papua.
Namun, intervensi pemerintah dinilai justru menimbulkan persoalan baru.
“Di masyarakat asli Papua penyelesaian antarsuku itu punya acara masing-masing yang kadang-kadang dibikin kacau oleh negara,” kata Haris saat pameran foto bertajuk “Suara dari Timur: Papuaku, Papuamu?” di Jakarta, Selasa (27/12/2016).
Masyarakat Papua, kata dia, memiliki kearifan lokal untuk menyelesaikan konflik antar suku.
(Baca: Kontras: Banyak Kasus Pelanggaran HAM di Papua yang Belum Tersentuh)
Sebagai contoh, ketika ada anak salah satu suku dibunuh oleh suku lain, maka ada kewajiban untuk “menyerahkan nyawa” sebagai balasan.
Namun, lanjut dia, nyawa yang diserahkan bukan berarti dibunuh. Cukup dengan menyerahkan anak dari suku yang membunuh kepada suku yang dibunuh sebagai gantinya.
“Iya (sebagai ganti rugi). Jadi ganti nyawa itu bukan sama-sama dengan membunuh,” ujarnya.
Ironisnya, kata dia, penyelesaian konflik dengan cara adat itu kerap diartikan berbeda oleh aparat penegak hukum.
Aparat justru melakukan proses hukum dengan cara tidak profesional yang justru menyebabkan timbulnya persoalan baru antara warga dan aparat.
“Orang asli sana akhirnya mereka bukannya ribut antarsuku, tapi malah ribut dengan polisi. Jadi masalahnya, negara yang hadir di Papua ternyata enggak ngerti ngadepin orang Papua dengan khasnya, dengan nilai-nilai adatnya, dengan wisdomnya ada semua,” kata dia.
“(Negara) justru enggak ngerti dengan konsep kehidupan adat mereka dan negara enggak terus melindungi,” lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.