JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani mempertanyakan soal anggaran pemerintah senilai Rp 90,45 miliar yang disebut digelontorkan untuk pengunaan influencer.
Menurut dia, pemerintah tidak perlu memanfaatkan influencer jika percaya diri dengan program kerja dan kebijakan yang dibuat untuk masyarakat.
"Jika kebijakan dan programnya sudah bagus, saya pikir, pemerintah harus percaya diri bahwa rakyat akan mendukung meski tidak ada dukungan subyektif dari para influencer yang dibayar profesional," kata Netty dalam keterangan tertulis, Senin (24/8/2020).
Baca juga: KPK Cermati Penggunaan Anggaran Sewa Influencer
Ia khawatir influencer sengaja digunakan untuk mempengaruhi opini publik secara instan dan masif sehingga membenarkan kebijakan pemerintah.
Jika demikian, Netty mengatakan, informasi yang diterima masyarakat bisa bias. Masyarakat juga akan kehilangan daya kritik karena dihujani dengan opini influencer.
"Masyarakat jadi bias karena informasi yang diberikan influencer cenderung tendensius, subyektif dan berpihak pada pemerintah," ucap Netty.
"Akhirnya, masyarakat tidak bisa jernih berpikir dan memilah mana program yang memang bagus dan bermanfaat serta mana program yang buruk dan tidak tepat sasaran. Akhirnya masyarakat kehilangan daya kritisnya karena dihujani opini influencer," kata dia.
Netty pun sangsi penggunaan influencer akan membangun komunikasi pemerintah dengan rakyat secara efektif.
Menurut Netty, penganggaran yang besar untuk influencer akan sia-sia saja jika penggunannya tidak tepat guna dan sasaran.
Apalagi, saat ini pemerintah perlu memperhatikan situasi krisis akibat pandemi Covid-19.
"Apakah anggaran sebesar itu signifikan dalam membangun komunikasi efektif antara pemerintah dan rakyat. Apa tidak mubazir?" ucap dia.
Baca juga: Saat Dana Miliaran Rupiah untuk Influencer Jadi Sorotan...
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, pemerintah pusat menggelontorkan dana mencapai Rp 90,45 miliar untuk influencer.
Data tersebut merupakan belanja pemerintah dari tahun 2017-2020 yang dihimpun ICW dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan, pihaknya menggunakan kata kunci influencer dan key opinion leader dalam melakukan pencarian anggaran di LPSE.
Hasilnya, terdapat jumlah paket pengadaan mencapai 40 dengan kata kunci tersebut sejak 2017.
Terakhir, di tahun 2020 ini, sudah ada 9,53 miliar yang dihabiskan untuk 7 paket pengadaan.
Instansi yang paling banyak menghabiskan anggaran untuk influencer adalah Kementerian Pariwisata dengan pengadaan 22 paket dan anggaran Rp 77,6 miliar.
Selanjutnya, secara berturut-turut ada Kementerian Komunikasi dan Informatika Rp 10,83 Miliar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp 1,6 miliar, Kementerian Perhubungan Rp 195,8 juta serta Kementerian Pemuda dan Olahraga Rp 150 juta.
Mengenai temuan tersebut, Menkominfo Johnny G Plate sama sekali tidak mengetahui soal belanja pemerintah untuk membayar influencer sejak 2017.
Menurut dia, Kemenkominfo memiliki program coaching clinic yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Siberkreasi pada 2018 lalu. Program itu memang melibatkan influencer.
"Namun program coaching clinic school of influencer oleh Kominfo tersebut bukan untuk membiayai influencer, tetapi pelatihan bagi yang berminat berprofesi sebagai influencer," kata Johnny saat dihubungi, Jumat (21/8/2020).
Baca juga: Mengenal Apa Itu Influencer yang Jasanya Disebut Disewa Pemerintah hingga Rp 90,45 Miliar
Johnny mengatakan, program tersebut dibuat agar peserta mempunyai kemampuan sebagai influencer yang baik.
Dalam program itulah pemerintah membayar influencer untuk memberikan pelatihan.
"Literasi digital membutuhkan banyak influencer yang mengerti tentang transformasi digital dan kegiatan literasi digital tersebut berlangsung terus sampai sekarang bahkan lebih agresif," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.