JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis HAM Surya Anta Ginting mengungkapkan adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam rutan maupun lapas. Praktik itu, kata Surya, juga sudah berlangsung lama.
“Jadi itu praktik yang sudah lama, yang menguntungkan kepala kamar atau juga frontmen,” kata Surya dalam diskusi daring, Selasa (18/8/2020).
Surya pun membeberkan sejumlah praktik pungli yang ia temui saat menghuni Rutan Salemba karena terlibat kasus makar.
Baca juga: Ditjen Pemasyarakatan Telusuri Kebobrokan Rutan Salemba yang Diungkap Surya Anta
Menurutnya, ia sempat mengisi dokumen bahwa tidak terjadi pungli saat dibawa ke bagian pengamanan dalam rutan.
Namun, pada kenyataannya pungli itu ada, meskipun bukan dilakukan oknum petugas.
Menurut Surya, pungli dilakukan oleh pengurus blok atau warga binaan yang telah lama mendekam.
Ia mengatakan, para tahanan dapat dipalak untuk uang kebersamaan di lorong maupun uang kamar.
“Biayanya macam-macam, kalau langsung bisa sampe Rp 30 juta-40 juta. Kalau misalnya satu hari di mapenaling (ruang masa pengenalan lingkungan) bisa belasan juta, dan itu tergantung ke blok mana, bisa ke Blok O, Blok J, Blok K, Blok L, itu harganya beda-beda,” tuturnya.
Selain itu, bentuk pungli lainnya untuk eksekusi vonis.
Surya mengatakan, banyak tahanan yang tidak menerima surat eksekusi vonis karena tertahan di kejaksaan atau pengadilan negeri.
Baca juga: Berkas Perkara Polwan yang Lontarkan Ujaran Rasial dalam Kasus Surya Anta Dinyatakan Lengkap
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan