Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Minta Pemerintah dan DPR Telaah Hasil Kajian Komnas HAM atas RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 14/08/2020, 09:20 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih meminta pemerintah dan DPR menelaah hasil kajian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) terkait omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

"Itu hasil kajian yang positif, pemerintah dan DPR sebaiknya menelaah hasil kajian Komnas HAM," ujar Jumisih saat dihubungi Kompas.com, Jumat (14/8/2020).

Baca juga: Ini 10 Kesimpulan Hasil Kajian Komnas HAM atas RUU Cipta Kerja

Jumisih menuturkan, kendati Komnas HAM bagian dari institusi pemerintah, namun hasil kajiannya dapat menjadi menjadi acuan pemerintah dan DPR.

Menurutnya, kesimpulan Komnas HAM sangat mendalam dan komprehensif.

Mengingat RUU Cipta Kerja berkaitan langsung dengan HAM, maka hasil kajian Komnas HAM layak jadi bahan pertimbangan.

"Maka hasil kajian dari Komnas HAM harus didiskusikan secara mendalam dan posisi kami setuju dengan Komnas HAM," kata Jumisih.

Baca juga: Bertepatan dengan Sidang Tahunan, Buruh Gelar Unjuk Rasa Tolak RUU Cipta Kerja

Adapun hasil kajian Komnas HAM terhadap RUU Cipta Kerja menghasilkan 10 kesimpulan.

Berikut 10 kesimpulan dari Komnas HAM:

1. Prosedur perencanaan dan pembentukan RUU Cipta Kerja tidak sejalan dengan tata cara atau mekanisme yang telah diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Aturan ini masih berlaku dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

2. Terdapat penyimpangan asas hukum lex superior derogat legi inferior. Di mana dalam Pasal 170 Ayat (1) dan (2) RUU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah dapat mengubah peraturan setingkat undang-undang jika muatan materinya tidak selaras dengan kepentingan strategis RUU Cipta Kerja.

3. RUU Cipta Kerja akan membutuhkan sekitar 516 peraturan pelaksana yang bertumpu pada kekuasaan dan kewenangan lembaga eksekutif. Sehingga berpotensi memicu terjadinya penyalahgunaan wewenang atau abuse of power. Hal itu tidak sesuai dengan prinsip peraturan perundang-undangan yang sederhana, efektif, dan akuntabel.

4. Tidak ada jenis undang-undang yang lebih tinggi atau superior atas undang-undang lainnya. Sehingga apabila RUU Cipta Kerja disahkan, seakan-akan ada undang-undang superior. Hal ini akan menimbulkan kekacauan tatanan hukum dan ketidakpastian hukum.

5. Pemunduran atas kewajiban negara memenuhi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak sehingga melanggar kewajiban realisasi progresif atas pemenuhan hak-hak sosial dan ekonomi.

6. Pelemahan atas kewajiban negara untuk melindungi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang tercermin dari pembatasan hak untuk berpartisipasi dan hak atas informasi.

Hal ini diantaranya terkait dengan ketentuan yang mengubah Izin Lingkungan menjadi Persetujuan Lingkungan, berkurangnya kewajiban melakukan Amdal bagi kegiatan usaha, hingga berpotensi terjadinya alih tanggung jawab kepada individu.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com