Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPA Sebut RUU Cipta Kerja Berpotensi Memperparah Konflik Agraria

Kompas.com - 12/08/2020, 05:05 WIB
Irfan Kamil,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyoroti tambahan kategori kepentingan umum untuk pengadaan tanah dalam draf omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Tambahan ini dikhawatirkan akan memperparah konflik agraria.

“Atas nama pengadaan tanah untuk pembangunan dan kepentingan umum, RUU Cipta Kerja akan memperparah konflik agaria, ketimpangan, perampasan dan penggusuran tanah masyarakat,” kata Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/8/2020).

Sorotan Dewi ini terkait dengan Pasal 121 RUU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 8 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pasal ini menambah empat poin kategori pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum.

Baca juga: Omnibus Law Atur HGU 90 Tahun, KPA: Lebih Parah dari Masa Penjajahan

Keempat kategori baru itu adalah kawasan industri minyak dan gas, kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, kawasan pariwisata, dan kawasan lain yang diprakarsai atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD.

Kawasan lain yang belum diatur RUU Cipta Kerja akan ditetapkan dengan peraturan presiden (PP).

Dewi menilai, ketentuan tersebut dapat mempermudah proses alih fungsi lahan pertanian dan berpotensi merugikan kelompok petani. Proses alih fungsi lahan yang dipermudah, menurut Dewi, akan memperparah konflik agraria, ketimpangan kepemilikan lahan, praktik perampasan dan penggusuran tanah.

Menurut Dewi, argumentasi penambahan kategori kepentingan umum ini merupakan hambatan dan keluhan para investor terkait pengadaan dan pembebasan lahan bagi proyek pembangunan infrastruktur serta kegiatan bisnis.

Baca juga: Sekjen KPA: Kami Akan Turun ke Jalan, Pastikan DPR Tunduk pada Aspirasi Rakyat

“Lewat RUU Cipta Kerja, pemerintah memperluas definisi kepentingan umum dengan menambahkan kepentingan investor pertambangan, pariwisata, industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK) ke dalam kategori kepentingan umum,” ujar Dewi.

Dewi menekankan, pengadaan tanah tidak dapat dilihat sebatas proses penyediaan tanah bagi pembangunan proyek infrastruktur atau industri semata.

Namun, juga harus diperhitungkan dampak sistemik terkait degradasi ekonomi, sosial dan budaya pada lokasi yang menjadi obyek pengadaan tanah serta masyarakat.

“Harus diingat, tanpa RUU Cipta Kerja pun, UU pengadaan tanah secara praktiknya telah mengakibatkan konflik agraria dan penggusuran,” tutur dia.

Baca juga: Panja RUU Cipta Kerja Minta KPA Beri Kajian Mendalam soal Masa HGU

Lebih lanjut, Dewi menegaskan bahwa kewenangan pemerintah dalam pengadaan tanah harus tetap dipegang penuh sesuai asas umum pemerintahan yang baik dan berkeadilan.

Sebab, kata Dewi, proses pengadaan tanah, pembebasan lahan dan penetapan ganti kerugian dijalankan secara tidak transparan dan tidak berkeadilan.

Bahkan, ia mengatakan, tidak sedikit terjadi unsur pemaksaan dan intimidasi terhadap masyarakat yang tanahnya menjadi target pembebasan. Selain itu, peran dan kewenangan swasta semakin menempatkan posisi masyarakat dalam situasi rentan.

“Pengadaan tanah sering kali mengesampingkan prinsip keadilan, karena bagi pihak yang menolak bentuk dan besaran ganti rugi, prosesnya dititipkan di Pengadilan Negeri sehingga mempermudah proses penggusuran tanah masyarakat,” tutur Dewi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com