JAKARTA, KOMPAS.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyoroti tambahan kategori kepentingan umum untuk pengadaan tanah dalam draf omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Tambahan ini dikhawatirkan akan memperparah konflik agraria.
“Atas nama pengadaan tanah untuk pembangunan dan kepentingan umum, RUU Cipta Kerja akan memperparah konflik agaria, ketimpangan, perampasan dan penggusuran tanah masyarakat,” kata Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/8/2020).
Sorotan Dewi ini terkait dengan Pasal 121 RUU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 8 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pasal ini menambah empat poin kategori pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum.
Baca juga: Omnibus Law Atur HGU 90 Tahun, KPA: Lebih Parah dari Masa Penjajahan
Keempat kategori baru itu adalah kawasan industri minyak dan gas, kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, kawasan pariwisata, dan kawasan lain yang diprakarsai atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD.
Kawasan lain yang belum diatur RUU Cipta Kerja akan ditetapkan dengan peraturan presiden (PP).
Dewi menilai, ketentuan tersebut dapat mempermudah proses alih fungsi lahan pertanian dan berpotensi merugikan kelompok petani. Proses alih fungsi lahan yang dipermudah, menurut Dewi, akan memperparah konflik agraria, ketimpangan kepemilikan lahan, praktik perampasan dan penggusuran tanah.
Menurut Dewi, argumentasi penambahan kategori kepentingan umum ini merupakan hambatan dan keluhan para investor terkait pengadaan dan pembebasan lahan bagi proyek pembangunan infrastruktur serta kegiatan bisnis.
Baca juga: Sekjen KPA: Kami Akan Turun ke Jalan, Pastikan DPR Tunduk pada Aspirasi Rakyat
“Lewat RUU Cipta Kerja, pemerintah memperluas definisi kepentingan umum dengan menambahkan kepentingan investor pertambangan, pariwisata, industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK) ke dalam kategori kepentingan umum,” ujar Dewi.
Dewi menekankan, pengadaan tanah tidak dapat dilihat sebatas proses penyediaan tanah bagi pembangunan proyek infrastruktur atau industri semata.
Namun, juga harus diperhitungkan dampak sistemik terkait degradasi ekonomi, sosial dan budaya pada lokasi yang menjadi obyek pengadaan tanah serta masyarakat.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan