Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Sejarah Pandemi Flu: Tak Ada Konspirasi, Miliki Rentang Waktu, dan Butuh Kebijakan Tegas

Kompas.com - 04/08/2020, 08:22 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi flu sudah terjadi sejak 100 tahun lalu, salah satunya yang paling parah adalah flu Spanyol yang terjadi pada 1918.

Sepanjang pandemi tersebut pernah terjadi, tak pernah ada bukti bahwa wabah ada karena konspirasi.

Sejarah juga menunjukkan bahwa pandemi justru memiliki rentang waktu tertentu saat terjadi.

Khusus pandemi Covid-19, ini rentang waktunya adalah 20 tahun sejak terakhir pandemi flu terjadi pada 2009, yakni flu babi yang disebabkan virus influenza A subtipe H1N1.

Tak ada konspirasi

Tim Komunikasi Publik Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Arie Rukmantara menyatakan, sepanjang sejarah pandemi yang pernah ada di dunia, tidak ada satu pun organisasi atau individu yang sengaja menyebarkan pandemi.

Catatan sejarah tersebut juga sekaligus menampik tudingan sebagian orang tentang pandemi Covid-19 yang merupakan konspirasi atau propaganda pihak-pihak tertentu.

"Sepanjang sejarah, dari mulai pandemi ditemukan tahun 1500-an sampai sekarang, belum ada satu organisasi atau satu orang yang konsisten secara terus-menerus (dalam) 100 tahun kerjaannya ingin menyebarkan pandemi," ujar Arie yang juga penulis buku sejarah pandemi berjudul Yang Terlupakan: Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda dalam konferensi pers di BNPB, Senin (3/8/2020).

Ia mengatakan, fakta tersebut juga terekam dalam buku-buku sejarah lainnya yang tidak berkaitan dengan adanya wabah atau pandemi.

Salah satunya adalah buku biografi Slamet Iman Santoso berjudul Warna Warni Pengalaman Hidup Slamet Iman Santoso yang memuat cerita tentang tukang kain kafan yang ramai, tetapi harus menutup tokonya sehingga dibuka dengan paksaan polisi.

Baca juga: Sejarawan Paparkan Miripnya Pandemi Covid-19 dengan Flu Spanyol 1918

Bukti lainnya adalah wawancaranya langsung ke ketua adat di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, saat menulis buku Yang Terlupakan: Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda.

Ketua adat di Tana Toraja bisa menggambarkan pernah ada pandemi, dengan bukti adanya jenazah korban wabah atau pandemi yang dibiarkan berserakan.

Jasad-jasad tersebut tidak disimpan di lubang-lubang goa sebagaimana tradisi daerah tersebut.

Rentang waktu dan sporadis

Sejarah juga mencatat adanya rentang waktu terjadinya pandemi flu selama 11 hingga 50 tahun sekali.

Dalam teori di kesehatan hewan, kata dia, setiap 18 bulan bisa ditemukan penyakit-penyakit baru.

Selama pandemi Covid-19 ini pun, sudah banyak ditemukan penyakit baru.

"Dari tahun 1700 ada interval kelihatan paling tidak 50 tahun sekali atau 11 tahun sekali, kita ketemu pandemi flu," kata Arie.

Ia mencontohkan, pandemi flu yang terjadi pada tahun 1957-1968, termasuk pada tahun 1918 yang paling luar biasa karena menewaskan puluhan juta orang.

Kemudian, kata dia, terjadi lagi dalam 41 tahun di interval waktu tersebut, yakni antara 1968-2009 hingga 11 tahun kemudian, yakni tahun 2020 terjadi lagi pandemi Covid-19 yang saat ini berlangsung.

Namun, dalam rentang waktu 11 tahun tersebut, sebenarnya juga terjadi pandemi-pandemi lain, seperti Ebola di Afrika pada tahun 2014 dan MERS-CoV di Arab Saudi pada 2012.

Baca juga: Satgas Covid-19: Ada Rentang Waktu, Pandemi Flu Terjadi 11-50 Tahun Sekali

Pengulangan pandemi ini pula, kata Arie, yang menyebabkan sulit untuk menemukan kelompok orang yang berkonspirasi menyebarkan virus-virus penyebab pandemi.

"Jadi sebenarnya pandemi itu berulang. Ini yang agak sulit mencari atau menemukan orang yang konsisten dari tahun 1700 sampai 2020 melakukan konspirasi, menaruh virus di mana-mana di seluruh dunia. Arsip kita tidak menangkap ada satu aktor atau satu kelompok, semuanya sporadis," ujar Arie.

Kemunculannya pun bisa terjadi di mana saja, seperti di Mesir, Yunani, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan di bagian dunia lainnya.

Kebijakan tegas Covid-19

Arie mengatakan, harus ada sanksi tegas kepada masyarakat yang melanggar peraturan pencegahan penyakit saat pandemi terjadi.

Menurut Arie, pernyataan ini juga berkaca dari sejarah, yaitu pandemi flu yang terjadi pada 1918. Wabah flu tersebut juga menyebar di Indonesia yang kala itu bernama Hindia Belanda. 

Adanya sanksi, kata dia, sebagai salah satu cara agar korban pandemi tidak berjatuhan semakin banyak.

Saat itu, Arie mengatakan, Komisi Antiflu di Hindia-Belanda dibentuk untuk menangani pandemi flu.

Setidaknya ada sejumlah kebijakan tegas yang dikeluarkan.

"Pertama mengatur karantina, sosialisasi dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat (tentang pandemi), peraturan, dan sanksi," kata Arie.

Dia melanjutkan, pemerintah saat itu setelah melakukan rekayasa keluar masuk orang, kemudian melakukan edukasi.

"Masyarakat diedukasi, perlu ada sanksi baik kepada petugas ataupun masyarakat yang melanggar. Kan sudah dikasih tahu jaga jarak, stay home, pakai masker, dan kalau sakit harus berobat," ucap Arie.

Ia mengatakan, badan yang mengatur koordinasi antar-lembaga selama pandemi sangat dibutuhkan. Sebab, pandemi tidak hanya urusan kesehatan.

Baca juga: Berkaca Sejarah Pandemi Flu 1918, Kebijakan Tegas soal Covid-19 Dinilai Perlu Ada

Beberapa hal lainnya adalah urusan pelabuhan yang terkait dengan keluar masuk orang, urusan masyarakat yang menerangkan kepada masyarakat tentang apa yang harus dilakukan, termasuk urusan peraturan.

Hal itulah yang dilakukan Komisi Antiflu saat pandemi tersebut terjadi tahun 1918.

"Perlunya badan yang mengatur koordinasi ini karena tidak boleh (pandemi) jadi tanggung jawab satu orang atau lembaga, karena yang paling pertama muncul adalah kepanikan masyarakat," kata dia.

"Terus nanti (masyarakat) cari informasi, kalau informasinya salah jadi ketidakpatuhan, pengabaian. Diulang-ulang oleh sejarawan pandemi, pesan-pesan pencegahan sering dilupakan dari mereka yang panik ke mengacuhkan," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies di Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies di Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com