JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto mengatakan, panitia khusus (pansus) DPR soal pelarian narapidana dalam kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra, adalah langkah yang efektif.
"Sebagai bagian perbaikan sistem yang rusak selama ini, pansus Djoko Tjandra menjadi langkah yang efektif serta optimal untuk membongkar semua kejahatan, penyimpangan, penyalahgunaan kekuasaan, oknum aparat dan sistem yang bekerja membantu Djoko Tjandra selama ini," ujar Didik kepada Kompas.com, Minggu (2/8/2020).
Namun, menurut Didik, pembentukan pansus baru dapat dilakukan apabila upaya hukum yang dilakukan saat ini tidak mampu mengungkap tuntas perbuatan Djoko Tjandra.
Baca juga: Rapid Test, Djoko Tjandra Dinyatakan Non Reaktif
Oleh karena itu, pihaknya meminta agar publik, termasuk pegiat antikorupsi di, yakni Indonesia Corruption Watch (ICW) dan kawan-kawan untuk menunggu dan memberi kesempatan aparat penegak hukum menuntaskan kasus tersebut dengan transparan, profesional dan akuntabel.
Menurut Didik, kasus Djoko Tjandra bukan hanya menyangkut upaya hukum saja, tetapi proses hukumnya wajib dilakukan dengan basis independensi dan tidak boleh diintervensi siapapun.
Ia juga mengatakan, perbuatan Djoko Tjandra selama buronan memberi potensi kerusakan yang sangat serius terhadap sistem dan pengelolaan negara. khususnya di institusi negara dan penegak hukum.
"Kalau seorang Djoko Tjandra mampu mengendalikan aparat, sistem dan institusi negara, maka bisa dikatakan bahwa kondisi seperti inilah keropos dan rapuhnya pertahanan negara," kata dia.
Baca juga: Polri Sebut Penyerahan Djoko Tjandra oleh Polisi Malaysia Dilakukan di Atas Pesawat
Sebelumnya, Peneliti ICW Egi Primayogha mendesak DPR segera menggunakan hak angket dalam kasus pelarian narapidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.
Sebab, pelarian Djoko Tjandra selama 11 tahun dan aktivitasnya keluar dan masuk Indonesia tidak terlepas dari bantuan pihak yang berwenang, khususnya di penegakan hukum.
"ICW mendesak DPR menggunakan hak angket dalam kasus Joko Tjandra terhadap Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Dalam Negeri," kata Egi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (31/7/2020).
Egi menilai, selama ini DPR selalu sigap membuat panitia khusus (pansus) hak angket terkait isu tertentu.
Namun, ia tidak melihat kesigapan para wakil rakyat itu dalam kasus pelarian Djoko Tjandra.
Baca juga: KPK Ditantang Telusuri Potensi Korupsi Oknum Jenderal Polisi dalam Kasus Djoko Tjandra
Adapun, kasus Djoko Tjandra bermula ketika Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat, sebagaimana diberitakan Harian Kompas, 24 Februari 2000.
Dalam dakwaan primer, Djoko Tjandra didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar.
Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut.
Kemudian, pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung (MA). MA menerima dan menyatakan Djoko Tjandra bersalah.
Baca juga: Punya Harta Rp 6,8 Miliar, Berapa Gaji Jaksa Pinangki yang Terlibat Kasus Djoko Tjandra?
Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Sehari sebelum putusan MA, tepatnya Juni 2009, Djoko diduga melarikan diri meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini.
Djoko Tjandra lalu diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012.
Kendati demikian, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia .
Baca juga: Pembentukan Hak Angket pada Kasus Djoko Tjandra Dinilai Kurang Tepat
Kabar Djoko Tjandra kembali mengemuka setelah dia berupaya melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK) sekitar Juni - Juli 2020 ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Bahkan, Djoko diketahui sempat berada di Indonesia.
Dia sempat membuat KTP elektronik dan paspor sehingga dapat mendaftarkan PK ke pengadilan. Setelah itu, Djoko kembali meninggalkan Indonesia.
Terakhir, dia diketahui berada di Malaysia. Namun akhirnya Kamis (30/7/2020) siang, Djoko Tjandra berhasil ditangkap Bareskrim Polri di Malaysia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.