Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesulitan Bawaslu Buktikan Mahar Politik di Tengah Pilkada

Kompas.com - 23/07/2020, 12:09 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengakui sulitnya membuktikan praktik mahar politik dalam suatu gelaran pilkada.

Menurut Ratna, mahar politik cenderung dilakukan secara terbatas dan rahasia.

Untuk membuktikan adanya mahar politik, harus ada pengakuan dari pihak pemberi bahwa dirinya mengeluarkan sejumlah uang.

Padahal, dengan begitu pihak pemberi dapat dikenai sanksi pidana. Demikian juga pihak penerima.

"Dengan karakter perbuatan yang terbatas, tertutup atau rahasia, membuktikan adanya mahar politik sangat sulit walaupun salah satu pihak membuka rahasia itu karena kecewa, namun kedua belah pihak sama-sama diancam sanksi pidana," kata Ratna dalam sebuah diskusi virtual yang digelar Rabu (22/7/2020).

Baca juga: Waketum Golkar Klaim Tak Bicara Mahar Politik pada Pilkada 2020

Ratna mencontohkan, dugaan mahar politik sempat diungkap eks kader Partai Gerindra, La Nyalla Mataliti.

Pada Januari 2018, La Nyalla mengaku dimintai mahar politik Rp 40 miliar oleh Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai modal dicalonkan menjadi Gubernur Jawa Timur.

Saat itu Bawaslu melakukan penelusuran dengan mengundang La Nyalla. Namun, La Nyalla tidak pernah datang ke Bawaslu sehingga proses penelusuran dihentikan.

"Kendala kita kan Bawaslu tidak punya kewenangan memaksa, makanya undangan klarifikasi kita itu bunyinya adalah undangan, bukan panggilan, sehingga ketika pihak yang diundang tidak datang maka tidak ada informasi yang bisa didapatkan secara terang," ujar Ratna.

Ia menyebut, untuk mengungkap mahar politik, kewenangan Bawaslu juga sangat terbatas.

Bawaslu tak punya kewenangan melakukan penyadapan. Padahal, cara tersebut dinilai efektif mengungkap mahar politik mengingat praktiknya yang sangat tertutup dan rahasia.

"Di sinilah sebenarnya pentingnya kita mengandeng lembaga lain misalnya KPK. Karena KPK punya kewenangan untuk penyadapan, Bawaslu kan tidak punya," ujar Ratna.

Baca juga: Bawaslu Sebut Netralitas ASN hingga Mahar Politik Jadi Indikasi Kerawanan Pilkada 2020

Ratna mengatakan, sulitnya membuktikan praktik mahar politik juga karena singkatnya waktu yang diberikan peraturan perundang-undangan kepada Bawaslu untuk mengungkap dugaan kasus tersebut.

Menurut UU Pilkada, Bawaslu hanya memiliki waktu untuk menindaklanjuti temuan dan laporan dugaan pelanggaran paling lama 3 hari setelah laporan diterima.

Sementara itu, batas waktu untuk meminta keterangan tambahan dari pelapor dan penanganan pelanggaran adalah 2 hari saja.

"Tapi kami tidak pesimis di soal waktu. Kemarin Kapolri dan Jaksa Agung sudah berkomitmen untuk mendukung kerja-kerja penangaan pelanggaran di Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu)," kata Ratna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com