Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Akui Diksi New Normal Salah, Ahli: Kalau Sudah Akui Salah, Perbaiki...

Kompas.com - 13/07/2020, 10:28 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyarankan pemerintah segera memperbaiki kesalahan penggunaan diksi dan cara berkomunikasi dengan masyarakat di masa pandemi virus corona atau Covid-19.

Hal itu dikatakan Pandu terkait Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto, yang mengakui pihaknya salah dengan menggunakan istilah era kenormalan baru atau new normal di masa pandemi.

"Kalau memang sudah mengakui salah ya kemudian apa yang harus dilakukan, perbaiki," kata Pandu pada Kompas.com, Senin (13/7/2020).

Menurut Pandu, kekurangan pemerintah bukan hanya dalam menyusun diksi terkait new normal tetapi juga menjalin komunikasi dengan masyarakat.

Baca juga: Kerap Diucapkan Jokowi, Frasa New Normal Kini Direvisi Pemerintah...

Oleh karena itu, ia menyarankan agar dilakukan perbaikan komunikasi terkait risiko Covid-19 serta penting memperbaiki cara penyebaran informasi risiko dan berbagai macam pencegahannya.

"Diperbaiki dengan tadi meningkatkan komunikasi untuk perubahan perilaku pada penduduk," ujarnya.

Pandu juga menyarankan pemerintah terus memberikan edukasi pada masyarakat terkait pentingnya menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan menggunakan sabun dan air yang mengalir.

Edukasi tersebut pun harus dilakukan dengan melibatkan tokoh yang berpengaruh di masyarakat.

"Apakah tokoh agama, atau tokoh masyarakat lain, dari semua elemen masyarakat," imbuhnya.

Baca juga: Jubir Pemerintah Akui Diksi New Normal Salah, Ganti dengan Adaptasi Kebiasaan Baru


Ia pun berharap pemerintah lebih terbuka dengan masyarakat terkait kondisi pandemi di Indonesia.

"Jangan takut masyarakat panik atau enggak, masyarakat itu enggak panik, masyarakat itu hanya butuh penjelasan yang jernih dan jujur," ungkapnya.

"Dan pemerintah kebijakannyanya harus tegas dan konsisten jangan bertentangan," ucap dia.

Sebelumnya, Achmad Yurianto mengatakan, istilah new normal yang sering digunakan selama pandemi ini adalah diksi yang salah.

Yuri mengatakan, sebaiknya new normal diganti dengan kebiasaan baru.

Baca juga: Tenaga Ahli KSP: Ada Unsur Bahasa Asing, New Normal Tidak Mudah Dipahami

"Diksi new normal dari awal diksi itu segera ubah. New normal itu diksi yang salah dan kita ganti dengan adptasi kebiasaan baru," kata Yurianto dalam acara Peluncuran Buku "Menghadang Corona: Advokasi Publik di Masa Pandemi" karya Saleh Daulay secara virtual, Jumat (10/7/2020).

Yuri menjelaskan, istilah new normal yang sering digaungkan pemerintah belum cukup dipahami masyarakat.

Ia menilai, masyarakat hanya fokus pada kata "normal"-nya saja.

"Dan kemudian yang dikedepankan bukan new-nya, tapi "normal"-nya. Padahal ini sudah kita perbaiki dengan adaptasi kebiasaan baru," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta Rest Area Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com