JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR Bambang Soesatyo menilai, langkah pemerintah menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sudah tepat.
Diharapkan, langkah tersebut dapat meredam berbagai pro dan kontra yang timbul di masyarakat.
"Agar tak menimbulkan berbagai syak wasangka maupun persepsi negatif di masyarakat, ada baiknya DPR dan pemerintah menyerap aspirasi publik dengan mendatangi berbagai organisasi masyarakat yang mewakili berbagai suara publik," kata Bamsoet dalam keterangan tertulis, Rabu (17/6/2020).
Terlebih, pada saat ini perhatian pemerintah dan masyarakat tengah tertuju pada penanganan Covid-19.
Baca juga: Apresiasi Pemerintah Tunda RUU HIP, PGI: Tafsirnya Bisa Pecah Belah Bangsa
Menurut dia, berbagai kritik serta pandangan publik terhadap keberadaan RUU ini harus diserap maksimal guna meminimalisir kesalahpahaman.
Seperti misalnya, pandangan PP Muhammadiyah, yang menilai keberadaan RUU HIP justru akan mendegradasi keberadaan Pancasila itu sendiri.
"Pancasila sebagai dasar negara terdapat dalam pembukaan UUD NRI 1945 alinea keempat. Dalam jenjang norma hukum, pembukaan UUD NRI 1945 merupakan norma fundamental yang menjiwai seluruh materi muatan dalam batang tubuh UUD NRI 1945, karenanya menjadi sumber dari segala sumber hukum," kata dia.
"Dengan demikian pandangan bahwa ideologi Pancasila tidak dapat dirumuskan menjadi Undang-Undang, karena akan mendegradasi Pancasila dan nilai-nilainya, bisa dipahami karena pandangan tersebut bukanlah pandangan yang bisa dimentahkan begitu saja," imbuh Bamsoet.
Lebih jauh, ia mengatakan, TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme perlu dimasukkan ke dalam konsideran RUU HIP.
Sebab, pelarangan tersebut bersifat final berdasarkan TAP MPR No 1 Tahun 2003. Sehingga, tidak ada ruang hukum untuk mengubah atau mencabut TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966.
Baca juga: Pembahasan RUU HIP Ditunda Pemerintah, MUI: Lebih Baik Tak Dilanjutkan
"Dengan demikian tidak akan ada lagi praduga dari berbagai kalangan bahwa RUU Pembinaan Ideologi Pancasila tak mengindahkan pelarangan komunisme yang bisa membuka ruang bagi bangkitnya komunisme," ujarnya.
"Permasalahan komunisme seharusnya sudah selesai dan tak perlu menjadi momok jika semua pihak menghormati konsensus kebangsaan yang ditetapkan melalui TAP MPR tersebut," lanjut Bamsoet.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang kini tengah bergulir sebagai inisiatif DPR.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan, ada alasan substansi yang mendasari pemerintah untuk menunda pembahasan RUU tersebut.
"Aspek substansinya, Presiden menyatakan bahwa TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 itu masih berlaku dan mengikat dan tidak perlu dipersoalkan lagi," kata Mahfud dalam keterangan, Selasa (16/6/2020).
Di sisi lain, Mahfud mengungkapkan, pemerintah memandang rumusan Pancasila yang sah adalah rumusan yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Merujuk hal tersebut, pemerintah pun memutuskan untuk tidak mengirimkan surat presiden (surpres) kepada DPR guna membahas RUU HIP.
Sebaliknya, pemerintah meminta DPR agar melakukan dialog dengan komponen masyarakat agar mendapat aspirasi terkait RUU HIP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.