JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar otonomi daerah, Djohermansyah Djohan mengatakan, Pilkada Serentak 2020 yang dijadwalkan pada 9 Desember 2020 menabrak tiga asas pelaksanaan pilkada.
Pertama, ia mengatakan, semestinya pilkada tidak boleh dilaksanakan jika sedang ada bencana.
Menurut Djohermansyah, asas tersebut tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Pertama, tidak ada pilkada bila ada bencana. Itu dalil dan dimunculkan normanya dalam undang-undang kita. Jadi begitu ada bencana, apalagi ini bencana nonalam nasional," kata Djohermansyah dalam diskusi "Pilkada Langsung Tetap Berlangsung?" oleh Populi Center dan Smart FM Network, Sabtu (13/6/2020).
Baca juga: KPU Akan Gelar Simulasi Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19
Wabah Covid-19 ditetapkan sebagai bencana nasional lewat Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 pada 13 April.
Menurut Djohermansyah, keputusan pemerintah dan DPR melaksanakan pilkada pada Desember mendatang tidak berlandaskan pada kajian saintifik mengenai pandemi Covid-19.
"Kurva melandai itu sampai sekarang tidak terjadi. Kawan-kawan ahli epidemiologi tidak diajak dalam pengambilan keputusan ini," ucapnya.
Kedua, dia menyatakan bahwa pilkada sejatinya menjadi pesta demokrasi yang aman dan tenang.
Baca juga: PKPU Jadwal Pilkada Diresmikan, KPU Lanjutkan Tahapan 15 Juni 2020
Djohermansyah pun mempertanyakan kesiapan penyediaan protokol kesehatan Covid-19 yang memadai dalam seluruh tahapan Pilkada 2020.
"Tidak digelar pesta pilkada yang seharusnya menyenangkan, tenang dan aman. Ketika orang tidak nyaman dan tidak tenang. Jika orang masih memikirkan keselamatan dirinya. Ini 300 ribu TPS lebih, apa ada alat-alat logistik di BNPB?" ujar dia.
Ketiga, menurut Djohermansyah, ada mekanisme pengangkatan pejabat sementara untuk menggantikan kepala daerah yang masa jabatannya telah habis.
Baca juga: Bawaslu: Kampanye Pilkada Rawan Pelanggaran Jika Digelar Virtual
Ia mengatakan, semestinya perihal masa jabatan kepala daerah tidak menjadi alasan untuk memaksakan pelaksakaan pilkada di tengah pandemi Covid-19.
"Ketiga, yang ditabrak sebetulnya pilkada kalau ditunda tidak ada soal. Karena kita punya mekansime pengangkatan pejabat (sementara) daerah," kata Djohermansyah.
Ia pun menyampaikan keheranannya kepada DPR yang mendukung keputusan pemerintah dan begitu yakin Pilkada 2020 akan berjalan baik-baik saja,
Baca juga: Baru Diterbitkan Perppu Pilkada Digugat ke MK, Ini Alasan Pemohon
Padahal, kata Djohermansyah, banyak daerah yang melaksanakan pilkada telah kehabisan anggaran akibat pandemi Covid-19.
"Saya heran DPR seolah sangat percaya bahwa everything's going well, akan smooth, uang akan ada dari APBN," ucapnya.
"Banyak daerah yang saya tahu mengeluh tidak ada uang karena yang sudah di NPHD itu malah sebagian mereka sudah digunakan untuk mengatasi Covid-19," ujar Djohermansyah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.