Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

New Normal Tidak Ada dalam UU, Menko PMK Sebut Itu Masa Transisi

Kompas.com - 09/06/2020, 18:34 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebutkan, kenormalan baru atau new normal bukanlah pilihan dalam melaksanakan tatanan kehidupan saat atau usai pandemi Covid-19.

Apalagi, kata Muhadjir, dalam undang-undang (UU) mengenai kebencanaan, tidak ada istilah new normal. Adapun, istilah yang digunakan adalah rehabilitasi dan rekonstruksi.

"Berkaitan dengan new normal atau great reset saya kira itu soal pilihan moral. Kalau new normal, saya jamin bukan pilihan, itu menggambarkan transisi saja," ujar Muhadjir dalam sebuah diskusi online, Selasa (9/6/2020).

Baca juga: Sambut New Normal, Kemenhub Revisi Aturan Transportasi

Dalam undang-undang yang berlaku, kata dia, masa transisi itu diistilahkan sebagai rehabilitasi dan rekonstruksi.

Dengan demikian, seluruh pihak memang diharuskan membangun tatanan kehidupan yang baru, bukan kenormalan yang baru.

"Jadi me-reset kembali semua aspek kehidupan baik segi kultural mauapun struktural untuk menatap Indonesia seperti apa pasca-Covid-19. Tapi itu melekat dalam rencana Presiden lima tahun ke depan," kata dia.

Oleh karena itu, untuk melakukan perubahan tersebut tidak berarti sama sekali baru, tetapi bagaimana mengulangi atau me-restart beberapa bagian yang harus dibenahi.

Ia juga mengaku menghindari istilah new normal karena istilah tersebut asal-muasalnya tidak relevan dengan konteks Covid-19 saat ini.

Baca juga: Menko PMK: Pondok Pesantren Harus Jadi Percontohan Penerapan New Normal

Istilah new normal, kata dia, dibuat oleh Roger McNamee dalam buku berjudul The New Normal: Great Opportunities in a Time of Great Risk (2004).

Menurut Muhadjir, istilah dalam buku tersebut merupakan cara mengajari bagaimana mengambil keuntungan ketika orang lain kesusahan.

"Itu kan dia memberi contoh bagaimana memanfaatkan momen-momen ekonomi krisis tapi dia dapat keuntungan besar," kata dia.

"Kalau itu digunakan jadi dasar mengajari kita, ya kacau. Jadi harus hati-hati. Kalau istilah untuk gagah-gagahan boleh, tapi jangan sampai makna dan semangat di dalam istilah itu kita gunakan," kata dia.

Baca juga: Wapres Imbau Masyarakat Patuhi Protokol Kesehatan di Era New Normal

Dengan demikian, sebagai orang yang ada di birokrasi, maka Muhadjir pun menyarankan untuk menggunakan istilah yang ada dalam UU, yakni rehabilitasi dan rekonstruksi.

Namun, dalam pelaksanaan nantinya pun, kata dia, masyarakat tak perlu terlalu membayangkan akan ada perubahan luar biasa pasca-Covid-19.

"Karena dalam konteks kebencanaan namanya setiap ada rehabilitasi/rekonstruksi pasti ada hal yang baru tapi bukan berarti yang lama hilang sama sekali. Hanya memang yang baru sangat tergantung intensitas kerusakan permanen dari akibat bencana itu," kata dia.

Pandemi Covid-19 di Tanah Air sendiri merupakan bencana nonalam yang telah ditetapkan sebagai bencana nasional.

Baca juga: Gugus Tugas Keluarkan Edaran, Tegaskan Status Darurat Bencana Masih Berlaku

Muhadjir mengatakan, sama seperti bencana alam seperti gempa atau gunung meletus, setelah bencana berakhir maka pasti daerah bencana tersebut akan mengalami rehabilitasi dan rekonstruksi.

"Kita rekonstruksi di daerah bencana pasti ada kehidupan baru tapi tidak bisa itu dikatakan new normal," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com