Pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang pra-perubahan menghendaki kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
Maka, pasca-perubahan UUD 1945 diubah, “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Perubahan ini sebenarnya menganut aliran pemikiran Sri Soemantri bahwa kedaulatan memang di tangan rakyat namun pelaksanaannya dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan (Jimly Asshidiqie, 1994:77).
Jadi, tidak ada lagi otoritas tunggal yang merepresentasikan rakyat---yang selama ini diidentifikasi sebagai MPR---namun yang bekerja adalah otoritas yang didasari pada bagaimana ketentuan hukumnya.
Dengan begitu, selama hukumnya akuntabel, serasi dengan aspirasi rakyat, maka legitimasi negara semakin kuat. Adagium sebaliknya juga berlaku.
Ketentuan daulat rakyat yang dialirkan pada hukum menjadi modal luar biasa bagi pemerintah menghadapi pandemi Covid-19.
Beberapa pasal dalam UUD 1945 memberikan ilham untuk pranata kemendesakan pemerintah bisa mengambil tindakan segera dan tepat dalam konteks pandemi.
Seperti Pasal 12 UUD 1945, Presiden bisa menyatakan keadaan bahaya di mana syarat dan akibatnya diatur undang-undang.
Demikian juga Pasal 22 UUD 1945 di mana Presiden berhak menetapkan Peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Perppu) dalam kegentingan yang memaksa.
Namun, tidak lantas, berbagai senjata pemerintah di atas dalam mengatasi kondisi kemendesakan bisa digunakan sewenang-wenang.
Pertama, dalam demokrasi, menurut filsuf Slavoj Zizek, kekuasaan yang ditempati atas nama rakyat selalu tempat kosong yang temporal. Tidak permanen. Sehingga selalu ada sistem elektoral untuk menegaskan temporal tadi.
Ketika tempat kosong temporal tadi hendak dipermanenkan---dengan menepis elektoral sekalipun----maka ia berubah jadi totalitarianisme.
Kedua, pemerintah tidak bisa memilih satu dua pasal dalam konstitusi lalu menegasikan pasal lainnya.
Ketika misal---pemerintah menetapkan Perppu---maka dalam sidang berikutnya, Perppu tadi harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).