Sebab, masih rendahnya angka tes Covid-19 di Indonesia sehingga jumlah pasien positif saat ini belum merepresentasikan jumlah pasien sesungguhnya yang terjangkit virus corona.
Kepala Desk Politik Walhi Khalisa Khalid menyebut, tingkat tes di Indonesia adalah 628 per 1 juta penduduk.
Angka tersebut masih jauh di bawah negara tetangga. Misalnya, Singapura yang rata-rata 30.000 per satu juta penduduk dan Malaysia yang mencapai 7.500 per 1 juta penduduk.
Kondisi tersebut juga diperparah dengan belum siapnya sejumlah provinsi untuk memiliki laboratorium dan tenaga untuk melakukan pengetesan.
"Rendahnya rasio pengetesan ini bisa menyulitkan kita untuk memeriksa apakah sebetulnya sudah melewati titik puncak pandemi atau belum secara nasional," kata Khalisa.
Khalisa menambahkan, pemerintah juga patut memperhatikan tingkat kedisiplinan masyarakat di sebuah daerah yang menerapkan PSBB.
Menurut dia, tingkat kedisiplinan dan pelaksanaannya di tiap daerah bervariasi. Termasuk adanya perbedaan waktu pelaksanaan seperti DKI Jakarta yang sudah mulai lebih dulu.
Baca juga: Walhi Sebut Relaksasi PSBB Picu Penambahan Beban Tenaga Medis
Kemudian Jawa Barat dan Gorontalo memulainya belakangan.
Tak hanya itu, lanjut Khalisa, buka tutupnya kebijakan transportasi publik turut memberi andil akan perbedaan kualitas PSBB di berbagai daerah.
Oleh karena itu, tak bisa menyamakan situasi Indonesia dengan negara-negara lain yang sudah jauh lebih dulu menerapkan PSBB dengan disiplin.
"Berdasarkan alasan tersebut, kami menolak pelonggaran PSBB dan kembali mendesak pemerintah untuk tetap melakukan tes masif dan tracing yang agresif, sembari meningkatkan dukungan sosial ekonomi bagi warga yang terdampak Covid-19," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.