Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Pelonggaran PSBB di Tengah Tingginya Penambahan Kasus Covid-19

Kompas.com - 19/05/2020, 07:22 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Meski Presiden Joko Widodo menegaskan belum akan melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam dua pekan ke depan, ancang-ancang untuk memulai pelonggaran sudah disiapkan.

Bahkan, rapat terbatas antara Kepala Negara dengan para menterinya, Senin (18/5/2020), secara khusus membahas persiapan menuju kondisi keadaan normal baru (new normal) di tengah pandemi.

Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengakui, rapat itu membahas upaya untuk melakukan relaksasi atau pelonggaran PSBB.

Relaksasi ini dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan atau memulihkan produktivitas ekonomi. Namun, belum diputuskan kapan relaksasi akan dilaksanakan.

Baca juga: Pasar Tanah Abang Ramai Saat PSBB, Satpol PP Tak Tega Sita Barang Pedagang

Muhadjir menambahkan, Presiden Jokowi meminta masyarakat bersiap untuk menghadapi era normal baru.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat meninjau bansos presiden (Banpres) di Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/5/2020).KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat meninjau bansos presiden (Banpres) di Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/5/2020).
Kondisi ketika masyarakat bisa kembali beraktivitas secara normal, tetapi harus tetap memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19.

"Bapak Presiden menekankan pentingnya kita harus bersiap siaga untuk menghadapi era normal baru, kehidupan normal baru," kata Muhadjir usai rapat dengan Presiden, Senin.

"Di mana kita akan berada dalam situasi yang beda dengan normal sebelumnya," lanjut dia.

Hidup pada era normal baru sebelumnya juga sempat disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi.

Baca juga: Wali Kota Tangsel: Warga Langgar PSBB karena Jenuh di Rumah

Ia menegaskan bahwa masyarakat harus hidup berdampingan dengan Covid-19 karena sampai saat ini vaksin penyakit itu belum ditemukan.

Tak ada yang mengetahui pasti kapan pandemi akan berakhir.

"Kebutuhan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru," kata Presiden Jokowi pada Jumat pekan lalu.

Penularan Masih Tinggi

Adapun, ancang-ancang pemerintah untuk pelonggaran PSBB dinilai tidak tepat lantaran tingkat penularan Covid-19 di Tanah Air masih tinggi.

Hal itu terlihat dari kurva penambahan kasus harian di situs resmi pemerintah, yakni covid-19.go.id.

Dalam sepekan terakhir, bahkan sempat terjadi puncak penambahan kasus harian pada 13 Mei dengan penambahan pasien positif mencapai 689 orang.

Baca juga: Pasar Tanah Abang Disesaki Warga di Tengah PSBB, Satpol PP Kewalahan

Apabila dirata-rata, jumlah penambahan kasus harian di Indonesia dalam sepekan terakhir sebanyak 534,6 orang. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan rata-rata penambahan kasus harian di pekan sebelumnya, yakni 382,6 orang.

Karena itu, pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, sedianya PSBB baru bisa dilonggarkan setelah angka penularan sudah menurun.

Lalu bagaimana jika era normal baru diterapkan saat penularan masih tinggi dan masih perlu diterapkan PSBB?

"Ya siap-siap saja. Siap-siap saja akan menghadapi gelombang kedua yang lebih berat," ujar Pandu Riono saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/5/2020).

"Mau ada bencana yang lebih hebat? Ya sudah, silakan (lakukan new normal)," kata Pandu.

Baca juga: Langgar PSBB, 15 Restoran-Hotel di Jakarta Didenda Puluhan Juta

Pandu menjelaskan, era normal baru bisa dilakukan apabila pemerintah sudah melakukan pelonggaran PSBB.

Namun demikian, pelonggaran itu juga harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan.

Syarat yang dimaksud, yakni mulai dari jumlah tes dan contact tracing yang bertambah, jumlah orang yang semakin sadar untuk beraktivitas di rumah saja bertambah, aktivitas cuci tangan bertambah, serta penggunaan masker bertambah.

Kemudian, indikasi lain adalah berkurangnya jumlah kasus dan kematian yang diduga akibat Covid-19 dalam kurun waktu paling sedikit 14 hari.

Peningkatan kapasitas ICU, tenaga kesehatan (nakes), jumlah alat pelindung diri (APD) memadai juga perlu jadi perhatian.

Baca juga: Angka Penularan dan Pengakuan Pemerintah Belum Bisa Kendalikan Covid-19

"Seharusnya tuh di mana-mana kalau ada kriteria pelonggaran, pelonggaran itu mulai kapan indikatornya terpenuhi. Kalau indikatornya terpenuhi, nanti baru ada pelonggaran tahap pertama, tahap kedua, tahap, ketiga," ujar Pandu.

Pandu menjelaskan, pembukaan sektor usaha dalam arti era normal baru yang dimaksud pemerintah bisa saja dianggap sebagai pelonggaran PSBB.

Namun, pelonggaran di sektor usaha dan fasilitas umum seharusnya dilakukan secara bertahap.

"Itu adalah implentasi pelonggaran. Nanti pelonggaran seperti apa, enggak sekaligus. Seharusnya seperti itu," ucap Pandu.

Belum Waktunya Dilonggarkan

Sementara itu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, belum waktunya bagi pemerintah untuk mewacanakan merelaksasi PSBB dalam waktu dekat.

Baca juga: Indro Warkop: PSBB dari Awal Enggak Tertib di Mana-mana

Sebab, masih rendahnya angka tes Covid-19 di Indonesia sehingga jumlah pasien positif saat ini belum merepresentasikan jumlah pasien sesungguhnya yang terjangkit virus corona.

Kepala Desk Politik Walhi Khalisa Khalid usai diskusi publik di Kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (28/1/2020).KOMPAS.com/ACHMAD NASRUDIN YAHYA Kepala Desk Politik Walhi Khalisa Khalid usai diskusi publik di Kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (28/1/2020).
Bahkan, sejauh ini angka tes Covid-19 di Indonesia masih di bawah rata-rata apabila dibandingkan negara-negara di ASEAN.

Kepala Desk Politik Walhi Khalisa Khalid menyebut, tingkat tes di Indonesia adalah 628 per 1 juta penduduk.

Angka tersebut masih jauh di bawah negara tetangga. Misalnya, Singapura yang rata-rata 30.000 per satu juta penduduk dan Malaysia yang mencapai 7.500 per 1 juta penduduk.

Kondisi tersebut juga diperparah dengan belum siapnya sejumlah provinsi untuk memiliki laboratorium dan tenaga untuk melakukan pengetesan.

"Rendahnya rasio pengetesan ini bisa menyulitkan kita untuk memeriksa apakah sebetulnya sudah melewati titik puncak pandemi atau belum secara nasional," kata Khalisa.

Khalisa menambahkan, pemerintah juga patut memperhatikan tingkat kedisiplinan masyarakat di sebuah daerah yang menerapkan PSBB.

Menurut dia, tingkat kedisiplinan dan pelaksanaannya di tiap daerah bervariasi. Termasuk adanya perbedaan waktu pelaksanaan seperti DKI Jakarta yang sudah mulai lebih dulu.

Baca juga: Walhi Sebut Relaksasi PSBB Picu Penambahan Beban Tenaga Medis

Kemudian Jawa Barat dan Gorontalo memulainya belakangan.

Tak hanya itu, lanjut Khalisa, buka tutupnya kebijakan transportasi publik turut memberi andil akan perbedaan kualitas PSBB di berbagai daerah.

Oleh karena itu, tak bisa menyamakan situasi Indonesia dengan negara-negara lain yang sudah jauh lebih dulu menerapkan PSBB dengan disiplin.

"Berdasarkan alasan tersebut, kami menolak pelonggaran PSBB dan kembali mendesak pemerintah untuk tetap melakukan tes masif dan tracing yang agresif, sembari meningkatkan dukungan sosial ekonomi bagi warga yang terdampak Covid-19," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Nasional
Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com