JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari menyebutkan bahwa langkah Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan berpotensi melanggar konstitusi.
Menurut Feri, sebagai penyelenggara negara, Jokowi seharusnya patuh pada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020 dan tidak kembali menaikkan iuran.
"Sebagai penyelenggara negara, presiden tidak boleh mengabaikan putusan MA," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (13/5/2020).
"Harusnya presiden taat dan tidak memaksakan keadaan," tuturnya.
Baca juga: Pemerintah Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Tanggapan MA
Feri menilai bahwa dengan menaikkan iuran BPJS melalui penerbitan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 Jokowi abai terhadap hukum atau disobedience of law.
Pasalnya, upaya Jokowi menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan pernah dibatalkan oleh MA.
Pada Februari 2020, MA menerbitkan putusan Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Oleh karenanya, dengan menerbitkan perpres baru yang juga berisi tentang kenaikan iuran BPJS, Jokowi dianggap menentang putusan peradilan.
"Jika itu disengaja presiden bisa berbahaya karena itu dapat menjadi alasan sebagai pelanggaran konstitusi," ujar Feri.
Baca juga: Jokowi Naikkan Lagi Iuran BPJS Kesehatan, KPCDI Segera Gugat Kembali ke MA
Feri menyebut bahwa putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada Presiden.
Hal itu tertuang dalam Undang-Undang tentang MA dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 31 UU MA menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Artinya dia tidak dapat digunakan lagi, termasuk tidak boleh dibuat lagi," ujar Feri.
Baca juga: BPJS Kesehatan: Perpres Nomor 64 Tahun 2020 Sudah Jalankan Putusan MA
Feri mengatakan bahwa putusan MA pada pokoknya melarang pemerintah menaikkan iuran BPJS kesehatan.
Oleh karenanya, sekalipun kenaikan iuran BPJS yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 nominalnya sedikit berbeda dengan kenaikan sebelumnya, langkah presiden menaikkan iuran BPJS tetap tidak dapat dibenarkan.
"Berapa pun jumlahnya (kenaikan iuran), kalau itu maka tidak benar kenaikan (iuran) BPJS," kata Feri.