Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diharap Tak Langgar Konstitusi dan Patuhi MA soal Iuran BPJS Kesehatan

Kompas.com - 14/05/2020, 04:04 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari menyebutkan bahwa langkah Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan berpotensi melanggar konstitusi.

Menurut Feri, sebagai penyelenggara negara, Jokowi seharusnya patuh pada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020 dan tidak kembali menaikkan iuran.

"Sebagai penyelenggara negara, presiden tidak boleh mengabaikan putusan MA," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (13/5/2020).

"Harusnya presiden taat dan tidak memaksakan keadaan," tuturnya.

Baca juga: Pemerintah Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Tanggapan MA

Feri menilai bahwa dengan menaikkan iuran BPJS melalui penerbitan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 Jokowi abai terhadap hukum atau disobedience of law.

Pasalnya, upaya Jokowi menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan pernah dibatalkan oleh MA.

Pada Februari 2020, MA menerbitkan putusan Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019.

Oleh karenanya, dengan menerbitkan perpres baru yang juga berisi tentang kenaikan iuran BPJS, Jokowi dianggap menentang putusan peradilan.

"Jika itu disengaja presiden bisa berbahaya karena itu dapat menjadi alasan sebagai pelanggaran konstitusi," ujar Feri.

Baca juga: Jokowi Naikkan Lagi Iuran BPJS Kesehatan, KPCDI Segera Gugat Kembali ke MA

Feri menyebut bahwa putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada Presiden.

Hal itu tertuang dalam Undang-Undang tentang MA dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 31 UU MA menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Artinya dia tidak dapat digunakan lagi, termasuk tidak boleh dibuat lagi," ujar Feri.

Baca juga: BPJS Kesehatan: Perpres Nomor 64 Tahun 2020 Sudah Jalankan Putusan MA

Feri mengatakan bahwa putusan MA pada pokoknya melarang pemerintah menaikkan iuran BPJS kesehatan.

Oleh karenanya, sekalipun kenaikan iuran BPJS yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 nominalnya sedikit berbeda dengan kenaikan sebelumnya, langkah presiden menaikkan iuran BPJS tetap tidak dapat dibenarkan.

"Berapa pun jumlahnya (kenaikan iuran), kalau itu maka tidak benar kenaikan (iuran) BPJS," kata Feri.

Presiden Joko Widodo saat tiba di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sekitar pukul 12.35 WIB pada Rabu (1/4/2020).DOK BPMI Setpres/Rusman Presiden Joko Widodo saat tiba di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sekitar pukul 12.35 WIB pada Rabu (1/4/2020).
Dia pun mengingatkan bahwa jika presiden melakukan pengabaian terhadap putusan MA secara sengaja, maka memiliki konsekuensi serius sebagai bentuk pelanggaran konstitusi.

"Untuk tindakan seperti itu presiden bisa diangket atau bahkan impeachment (dimakzulkan)," kata Feri.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Baca juga: Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Jokowi Dinilai Berselancar Lawan Putusan MA

Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020). Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.

Berikut rinciannya:

- Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.

- Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.

- Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.

Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.

Baca juga: Nominal Iuran BPJS Kesehatan Diubah di Perpres yang Baru, Pakar: Upaya Main Hukum

Kepala hubungan masyarakat (Humas) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, pemerintah telah menjalankan putusan MA.

Ini dilakukan dengan adanya penyesuaian besaran iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sebagai wujud perhatian dan kepedulian terhadap kondisi finansial masyarakat.

Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang telah resmi ditetapkan pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com