JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai, revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) mengembalikan kewenangan ke pemerintah pusat.
Pengembalian kewenangan ini, atau ia sebutkan sebagai resentralisasi kewenangan, dikhawatirkan mempermudah praktik rente korupsi di pusat.
"Seluruh perizinan ditarik ke pemerintah pusat, diberikan ke daerah kalau ada delegasi kewenangan. Ini demi kepentingan mempermudah investasi dan mempermudah rente, praktik KKN-nya ada di pusat. Ini resentralisasi korupsi," kata Koordinator Jatam Merah Johansyah saat dihubungi, Selasa (12/5/2020).
Resentralisasi kewenangan itu tercermin melalui perubahan pada Pasal 4, serta penghapusan Pasal 7 dan 8.
Baca juga: Strategi DPR dan Pemerintah Sahkan RUU Minerba di Tengah Wabah
Pasal 4 ayat (2) dalam RUU Minerba kini berbunyi, penguasaan mineral dan batubara oleh negara diselenggarakan oleh pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Padahal, sebelumnya, pasal tersebut memberikan kewenangan untuk pemerintah daerah juga.
Dengan dihapusnya kalimat kewenangan untuk pemerintah daerah, maka Pasal 7 dan 8 dihapus dalam RUU Minerba.
Pasal 7 mengatur kewenangan pemerintah provinsi dalam pengelolaan pertambangan minerba, sementara Pasal 8 mengatur kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Berikutnya, Pasal 35 juga direvisi dengan penambahan ayat yang menyebutkan, usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat.
Baca juga: Strategi DPR dan Pemerintah Sahkan RUU Minerba di Tengah Wabah
Menurut Merah, efektivitas pembinaan dan pengawasan pemerintah pusat terhadap pengelolaan pertambangan minerba menjadi soal dalam hal ini.
"Resentralisasi kewenangan ke pemerintah pusat tanpa mempertimbangkan kapasitas pemerintah pusat dalam membina dan mengawasi. Serta abai terhadap kepentingan pemerintah daerah," tuturnya.
RUU Minerba akan disahkan dalam rapat paripurna DPR yang digelar Selasa siang ini.
Pembicaraan Tingkat I terhadap RUU Minerba sebelumnya telah disepakati Komisi VII DPR bersama pemerintah yang diwakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/5/2020).
RUU Minerba disepakati untuk disahkan menjadi undang-undang.
Baca juga: Polemik Pengesahan RUU Minerba, Siapa yang Diuntungkan?
RUU Minerba merupakan pembahasan kelanjutan atau carry over dari DPR periode sebelumnya.
RUU ini merupakan usul DPR dan ditetapkan sebagai program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2020.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba, Bambang Wuryanto, sempat menjelaskan bahwa pada 13 Februari 2020 Komisi VII DPR menggelar rapat bersama Menteri ESDM.
Rapat kerja itu menyepakati 703 dari 938 daftar inventarisasi masalah (DIM) perlu dibahas lebih lanjut melalui panja. Panja kemudian dibentuk di hari yang sama.
Baca juga: Jatam Sorot Jaminan Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan dalam RUU Minerba
"Sebanyak 703 DIM merupakan substansi yang belum disetujui sehingga dibahas lebih lanjut dalam panja," kata Bambang dalam rapat pengambilan keputusan RUU Minerba di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Bambang pun mengatakan panja bersama pemerintah mulai intensif melakukan pembahasan pada 17 Februari hingga 6 Mei 2020.
Disebutkan Bambang, dalam proses pembahasan, ada sejumlah perubahan substansi RUU Minerba.
Perubahan terutama terkait kewenangan pengelolaan pertambangan minerba, penyesuaian nomenklatur perizinan, dan kebijakan divestasi saham.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.