Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Tajam Najwa Shihab yang Bikin Gerah Anggota DPR...

Kompas.com - 05/05/2020, 11:19 WIB
Dani Prabowo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meradang lantaran kinerja mereka dalam penanganan Covid-19 mendapat kritik tajam dari Najwa Shihab.

Perempuan 42 tahun yang berprofesi sebagai presenter pada program "Mata Najwa" itu menilai DPR justru terkesan tidak serius dalam mencari solusi agar persoalan Covid-19 di Indonesia segera teratasi.

Polemik bermula dari video bertajuk "Kepada Tuan dan Puan Anggota DPR yang Terhormat" yang diunggah Najwa Shihab melalui platform YouTube. Sejak ditayangkan pada Sabtu (2/5/2020), hingga kini video tersebut telah dilihat sebanyak 1.521.700 kali.

Baca juga: Arteria Dahlan Minta Najwa Shihab Minta Maaf ke DPR

Dengan nada satire, Najwa mulai memberikan kritik kepada para anggota partai politik yang duduk di kursi legislatif tersebut.

"Kepada tuan dan puan para anggota DPR yang terhormat. Apa kabar hari ini? Sepertinya tak sebaik biasanya. Sama. Di sini pun begitu. Kita semua memang sedang diuji. Hidup memang tak selalu baik kan," kata Najwa pada pembukaan video.

"Seperti kami-kami ini sepertinya tuan dan puan juga mungkin lebih banyak bekerja di rumah ya. Kalau lihat siaran sidang atau rapat terbuka di gedung DPR sih kelihatannya banyak kursi yang kosong. Eh, biasanya juga kosong kan ya," tutur dia.

Tak hanya itu, kritik bernada satire juga diungkapkan jurnalis yang akrab disapa Nana itu ketika menyinggung soal pembahasan sejumlah RUU saat pandemi Covid-19.

"Ada juga RUU lain yang masih nekat mau dibahas. Ada RUU KUHP yang tahun lalu diserbu unjuk rasa. Lalu, RUU Pemasyarakatan. Ada koruptor yang sudah ngebet pengen bebas kah? Eh, apa kabar Pak Yasonna?" kata dia.

Baca juga: Kerja-kerja DPR di Tengah Pandemi Covid-19...

Kompas.com mencatat, ada dua hal besar yang dikritik Najwa lewat videonya, yaitu soal pembahasan tiga rancangan undang-undang (RUU) yang sebelumnya menimbulkan polemik, yakni RUU Cipta Kerja, RUU Pemasyarakatan, dan RKUHP, serta kiprah Satgas Covid-19 DPR RI pada masa pandemi.

Menurut dia, RUU Cipta Kerja yang kini tengah dibahas lebih banyak memperjuangkan kepentingan investor daripada memperjuangkan kebutuhan pekerja.

Presiden Joko Widodo sebelumnya telah sepakat dengan DPR untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan di dalam RUU tersebut. Namun, ia menambahkan, persoalan yang terdapat di dalam RUU itu tidak berhenti sampai di sana.

"Sudah seharusnya klaster lain perlu ditinjau ulang. Karena yang lain bukan tanpa masalah, terutama dari perspektif lingkungan dan keadilan gender," ucap Najwa Shihab.

Baca juga: Ini 5 Alasan RUU Cipta Kerja Digugat ke PTUN

Rapat paripurna DPR, Selasa (17/12/2019).KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI Rapat paripurna DPR, Selasa (17/12/2019).
Ia menegaskan bahwa tidak ada satu pun RUU yang dibahas di parlemen yang tidak penting. Namun, membahas RUU yang menyangkut hajat hidup orang banyak di tengah wabah Covid-19 justru berpotensi menimbulkan kecurigaan.

"Di tengah pandemi, yang jatuh cinta saja berani menunda nikah. Ini kok DPR buru-buru banget seperti lagi kejar setoran?" ujarnya.

Di samping itu, ia menambahkan, produk hukum yang dihasilkan berpotensi cacat hukum. Pasalnya, hingga kini belum ada satu pun mekanisme yang mengatur tentang pembahasan RUU secara virtual.

"Jika ngotot melakukan pembahasan, jangan salahkan bila ada anggapan DPR tidak menjadikan perang melawan corona sebagai prioritas," kata Najwa.

Baca juga: DPR Diminta Gunakan Hak Interpelasi Pertanyakan Perppu Penanganan Covid-19

"Setiap tindakan dan keputusan di masa kritis mencerminkan prioritas. Inikah prioritas wakil-wakil rakyat kami sekarang ini? Bikin ribut juga jelas tak seharusnya menjadi prioritas," ucapnya.

Sementara itu, terkait kinerja Satgas Covid-19 DPR, ia mengkritik langkah satgas yang justru mengimpor jamu dari China yang diklaim dapat meningkatkan imunitas tubuh pengidap Covid-19.

Namun, yang menjadi persoalan, jamu itu disinyalir mengandung bahan berbahaya dan belum dilakukan uji klinis.

Baca juga: Penampakan Obat Herbal yang Dibagikan Satgas Covid-19 DPR, Tak Ada Label BPOM

Dugaan itu kemudian dibantah oleh Satgas dengan menyatakan bahwa jamu itu diproduksi di Jakarta dan sedang dalam proses mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.

"Sedang itu berarti belum kan, ya?" tanya Najwa.

Kritik juga disampaikan ketika Satgas Covid-19 DPR ramai-ramai berfofo menggunakan alat pelindung diri (APD).

Baca juga: Harapan Perawat Pasien Covid-19 ke Pemerintah: Lindungi Kami dengan APD

Potret belasan anggota DPR itu juga turut ramai diperbincangkan oleh warganet di media sosial. Menurut Nana, apa yang dipertontonkan oleh para wakil rakyat itu justru melukai hati masyarakat.

"Tenaga medis kita saja bertaruh nyawa benar karena kekurangan APD," tutur Najwa.

"Kecuali ya, yang dipakai anggota DPR itu APD yang lain, Alat Pelindung Dewan. Salam hormat dari kami yang kalian wakili," kata Najwa Shihab.

Suasana gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (22/5/2009).KOMPAS/PRIYOMBODO Suasana gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (22/5/2009).
Sejak diunggah, video tersebut disukai oleh 154.000 orang dan tidak disukai oleh 14.000 orang. Selain itu, terdapat sekitar 20.756 komentar yang disampaikan warganet di dalam kolom komentar.

"Sebagus ini masih ada yang dislike? Fiks keluarga DPR nih !!," tulis Haikun Kinjuro di dalam kolom komentar.

"Tolong didengar wahai tuan puan yang terhormat," tulis Anju Sembiring.

"APD 'alat pelindung dewan' dikit tapi saketttt," tulis Devi Selviana.

Baca juga: Satu Dekade Najwa Shihab Menggerakkan Anak Muda

Bikin gerah

Tidak sedikit anggota DPR yang justru gerah dengan kritik yang disampaikan oleh Najwa ketimbang melakukan introspeksi.

Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani, misalnya, menilai Najwa Shihab seharusnya tidak boleh berprasangka buruk terlebih dahulu sebelum melakukan klarifikasi.

"Dia bisa lakukan itu semua, karena anggota DPR yang dia kenal banyak, termasuk saya yang sering jadi narasumbernya," ujar Arsul, Senin (4/5/2020).

Baca juga: Viral Mural Najwa Shihab di Dinding Perpustakaan Sekolah, Begini Ceritanya...

Ia pun menyoroti soal pembahasan RUU Cipta Kerja. Menurut dia, jika memang pembahasan RUU ini dihentikan, pengusul yang dalam hal ini adalah pemerintah harus meminta untuk berhenti atau menarik RUU usulannya.

Sementara itu, anggota Komisi III lainnya dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman, menyatakan, Satgas Lawan Covid-19 DPR merupakan satgas kemanusiaan yang menjadi tugas tambahan atas inisiatif para anggota.

Ia menambahkan, selama ini Komisi III juga cukup aktif dalam melakukan fungsi pengawasan di dalam penanganan Covid-19 oleh pemerintah.

Salah satunya, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi bila diduga terjadi penyimpangan di dalam penanganannya.

Baca juga: DPR dan Pemerintah Diminta Fokus Tangani Covid-19

Anggota DPR Arteria Dahlan juga bersikap atas kritik yang disampaikan Najwa Shihab. Menurut Arteria, banyak hal yang disampaikan Najwa cenderung tidak benar dan provokatif.

Dia pun meminta Najwa meminta maaf kepada anggota DPR.

"Saran saya secara pribadi, selaku anggota Komisi III, selaku anggota Badan Legislasi, dan selaku Deputi Penerangan Umum Satgas Lawan Covid-19 meminta Najwa minta maaf," kata Arteria dalam keterangan tertulis, Senin (4/5/2020).

Baca juga: Arteria Dahlan Minta Najwa Shihab Minta Maaf ke DPR

Aksi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menolak omnibus law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/3/2020). Aksi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menolak omnibus law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/3/2020).

Soal prioritas

Di lain pihak, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus sepakat dengan pernyataan Najwa. Menurut dia, bukan kali ini saja DPR gagal dalam menentukan skala prioritas.

"Kegagalan menentukan prioritas kerja sudah menjadi cerita abadi sejak DPR era reformasi," kata Lucius kepada Kompas.com.

Sebagai perpanjangan suara rakyat, ia menambahkan, sudah menjadi kewajiban anggota DPR untuk menyuarakan pendapat masyarakat untuk mengatasi persoalan yang tengah terjadi.

Baca juga: Formappi: Bukan Kali Ini Saja DPR Gagal Tentukan Skala Prioritas Pembahasan RUU

Namun ironisnya, aspirasi dan kritik itu justru disampaikan oleh masyarakat sendiri.

"Suara kritis seperti itu justru tak muncul dari mulut anggota DPR yang secara khusus mengemban tugas menjadi wakil rakyat," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai, ketidakmampuan DPR untuk menjadikan penanggulangan Covid-19 sebagai skala prioritas perlu ditindaklanjuti dengan memunculkan kembali gagasan rakyat dapat memberhentikan anggota DPR.

"Di tengah bencana ini, gagasan agar kewenangan rakyat untuk memberhentikan anggota DPR dirasakan penting untuk disuarakan kembali," kata Feri kepada Kompas.com.

Baca juga: Saat Wabah Covid-19, Gagasan Rakyat Dapat Berhentikan Anggota DPR Muncul Lagi

Menurut dia, sistem parlemen yang berlaku saat ini melanggengkan kekuasaan anggota Dewan. Hal ini karena relasi antara pemilih dan yang dipilih terputus pasca-pemilu usai.

Dengan demikian, pemilih tak mempunyai wewenang memberhentikan anggota Dewan, sekalipun yang kinerjanya buruk.

Anggota Dewan, kata Feri Amsari, hanya dapat diberhentikan dan diganti oleh ketua umum partai politik.

"Makanya anggota DPR dipilih oleh rakyat tapi bekerja demi ketua partai. Sebuah sistem yang terbukti salah, terutama pada saat darurat seperti saat ini," ujarnya.

Baca juga: Polemik RUU Cipta Kerja: Nasib Pekerja di Tangan Penguasa dan Pengusaha

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com