Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Kejanggalan, Sidang Kasus Novel Disebut Panggung Sandiwara

Kompas.com - 20/03/2020, 08:01 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

"Mabes Polri menyediakan 9 orang pengacara untuk membela Para Terdakwa. Hal yang sangat janggal karena perbuatan pidana Para Terdakwa bukanlah tindakan dalam melaksanakan tugas institusi," kata Saor.

Kejangggalan lainnya, lanjut Saor, ke-sembilan pengacara tersebut tidak mengajukan eksepsi untuk para terdakwa.

Tim Advokasi Novel menduga hal itu merupakan bagian dari upaya mempercepat proses persidangan dibanding perdidangan pada umumnya.

"Sidang selanjutnya langsung kepada tahap pembuktian dan memeriksa saksi. Artinya sidang dibuat cepat dari lazimnya sidang pidana," ujar Saor.

Baca juga: Pihak Novel Sebut Sidang Kasus Penyiraman Air Keras Hanya Formalitas

Atas kejanggalan-kejanggalan tersebut, Tim Advokasi pun mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk turut memantau jalannya persidangan.

"Kami mendesak Komnas HAM memantau persidangan ini karena terindikasi untuk menyembunyikan jejak pelaku perencana/penggerak dan jauh dari temuan Komnas HAM," kata anggota Tim Advokasi Novel lainnya, Alghiffari Aqsa.

Seperti diketahui, laporan Komnas HAM sebelumnya menyebut penyerangan terhadap Novel dilakukan terencana dan sistematis.

Sedangkan dakwaan JPU menyatakan, dua terdakwa dalam kasus ini, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir melakukan aksinya dengan motif sakit hati.

Selain Komnas HAM, Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan, Komnasham, Ombudsman RI, dan Organisasi Advokat juga diminta untuk aktif memantau seluruh proses persidangan Kasus ini.

Baca juga: Terdakwa Penyiram Air Keras Dua Hari Intai Rumah Novel Baswedan

Tim Advokasi pun mendesak majelis hakim mengadili kasus ini dengan independen dan progresif.

"Kami mendesak Majelis Hakim mampu untuk mengadili kasus ini dengan independen dan progresif untuk mengungkap kebenaran materiil dalam kasus Novel Baswedan sehingga persidangan kasus ini dapat memberikan keadilan bagi korban dan masyarakat," kata Alghiffari.

Diberitakan, dua terdakwa dalam kasus ini, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir didakwa melakukan penganiayaan berat terencana terhadap Novel dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Ronny dan Rahmat yang disebut sebagai polisi aktif itu melakukan aksinya lantaran rasa benci karena Novel dianggap mengkhianati institusi Polri.

Baca juga: Terdakwa Penyiram Air Keras Novel Baswedan Ambil Asam Sulfat dari Kolong Mobil di Pool Gegana Polri

Dalam dakwaan tersebut mereka dikenakan Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Lebih Subsider Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Novel disiram air keras pada 11 April 2017 lalu setelah menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, tak jauh dari rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Akibat penyerangan tersebut, Novel mengalami luka pada matanya yang menyebabkan gangguan pengelihatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com