JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mengungkapkan, proses clean up terhadap zat radioaktif di lahan kosong di Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan, sudah selesai.
Namun, Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerjasama Batan Heru Umbara mengatakan, tinggal satu proses yang tersisa yaitu remediasi.
"Untuk proses clean up di Batan Indah, alhamdullilah prosesnya sudah selesai, tinggal kita melakukan kegiatan remediasi," kata Heru saat konferensi pers di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Jumat (13/3/2020).
Baca juga: Batan Akan Jatuhi Sanksi kepada Pegawai yang Jadi Tersangka Kepemilikan Radioaktif
Heru menjelaskan, remediasi adalah proses untuk mengembalikan tempat tersebut sesuai dengan fungsi awalnya.
Total terdapat sekitar 800 drum berisi tanah terkontaminasi zat radioaktif yang diangkut dari lokasi.
Menurutnya, tanah dan sejumlah tanaman itu akan diproses di kantor pusat Batan.
"Mudah-mudahan dalam beberapa minggu ke depan, kita akan melakukan remediasi. Kalau sudah dilaksanakan, artinya daerah tersebut nanti akan dideklarasi oleh Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) menjadi daerah yang aman," ujarnya.
Baca juga: Ada Temuan Radioaktif Lagi di Perumahan Batan Indah Tangsel
Diberitakan, awalnya ditemukan zat radioaktif di lahan kosong di Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan,
Usai temuan di lahan kosong tersebut, polisi bersama Batan dan Bapeten melakukan patroli di kawasan perumahan itu.
Tim menemukan zat radioaktif jenis Cs 137 dan iridium 152, serta sejumlah kontainer di sebuah rumah milik pegawai Batan berinisial SM di perumahan tersebut.
SM lalu ditetapkan sebagai tersangka terkait kepemilikan zat radioaktif secara ilegal. Total terdapat 26 saksi yang dimintai keterangan sebelum polisi menetapkan SM sebagai tersangka.
Baca juga: Pegawai Batan Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Kepemilikan Zat Radioaktif
Polisi pun masih mendalami motif serta sumber SM mendapatkan zat tersebut.
Namun, berdasarkan keterangan sementara SM, ia mendapatkan zat itu dari temannya. Polisi sedang mencari teman yang dimaksud.
SM dijerat Pasal 42 dan 43 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Ancaman hukuman maksimal bagi pelaku adalah dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Polisi tidak menahan SM karena ancaman hukumannya di bawah lima tahun.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.