Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serikat Buruh Internasional Dukung Serikat Buruh Indonesia Tolak Ombinus Law RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 11/03/2020, 13:01 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Buruh Internasional-Asia Pasifik (ITUC-AP) mendukung serikat buruh Indonesia khususnya KSPI dan KSBSI dalam menghentikan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja.

Diketahui, Konfederasi Serikat Buruh ITUP-AC ini mewakili lebih dari 60 juta anggota dari 59 konfederasi serikat pekerja nasional yang berafiliasi di 34 negara dan wilayah di wilayah Asia dan Pasifik.

"Sejak Oktober 2019, ITUC-AP telah memantau dengan seksama masalah ketenagakerjaan di Indonesia, ketika Presiden Joko Widodo mengusulkan untuk merampingkan hukum Indonesia yang tumpang tindih menjadi dua RUU Omnibus tentang Penciptaan Lapangan Kerja dan Perpajakan," kata Sekretaris Jenderal ITUC-Asia Pasifik Shoya Yoshida di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2020).

Baca juga: Konstituen Banyak dari Buruh, PDI-P Bentuk Tim Kaji RUU Cipta Kerja

Shoya memahami, tujuan Presiden Joko Widodo membuat Omnibus Law RUU Cipta Kerja untuk menarik investasi asing, memastikan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan peluang kerja.

Kendati demikian, kata dia, RUU tersebut ditentang secara luas oleh kelompok pekerja di Indonesia, karena proses penyusunan RUU sapu jagat itu tidak melibatkan mereka.

"Selain itu, analisis kami menunjukkan bahwa Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan mengarah pada fleksibilitas yang lebih besar dan mengurangi kesejahteraan buruh/pekerja secara signifikan," ujarnya.

Baca juga: Tolak Omnibus Law, Buruh Perempuan Gelar Aksi Demo

Shoya menyoroti enam permasalahan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Pertama, RUU tersebut berisiko melemahkan upah minimum.

Bahkan, kata dia, dalam RUU Cipta Kerja berpotensi menghilangkan acuan upah minimum di tingkat kota/kabupaten dan sektoral, dan hanya mengacu pada upah minimum provinsi, bukan berdasarkan pada biaya hidup yang sebenarnya.

"Pengaturan upah pun akan menjadi hak prerogatif gubernur provinsi, di mana ini bertentangan dengan Konvensi ILO No.131 tentang Penetapan Upah Minimum, yang membutuhkan mekanisme penetapan upah minimum melalui mekanisme tripartit," tuturnya.

Baca juga: Omnibus Law Ditolak Buruh, ini Kata Ketua Satgas

Kedua, menurut Shoya, dalam RUU Cipta Kerja akan menghapus pembayaran pesangon.

Hal ini, kata dia, akan mempermudah perekrutan dan pemecatan pekerja bagi pengusaha, dan pada saat yang sama merampas kesejahteraan yang signifikan dari pekerja.

"Misalnya, pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu tidak akan lagi mendapatkan manfaat dari uang pesangon," ucapnya.

Ketiga, Shoya menilai, RUU Cipta Kerja akan menghapuskan aturan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) untuk pekerjaan yang bersifat permanen.

Baca juga: 23 Maret, Buruh Gelar Aksi Demo Besar-besaran Tolak Omnibus Law

Menurut dia, aturan ini nantinya akan mendorong pengusaha untuk terus-menerus mempertahankan pekerja dengan kontrak yang tidak menjamin keamanan kerja.

Keempat, menurut Shoya, Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan menghapus batasan untuk outsourcing pekerja serta perlindungan skema kesehatan dan pensiun.

Kelima, RUU Cipta Kerja akan menyebabkan risiko kesehatan dan keselamatan yang signifikan. Sebab, 40 jam kerja per Minggu dipertahankan dan batasan harian akan dihapus.

Terakhir, menurut Shoya, konsultasi serikat pekerja guna meminimalkan hilangnya pekerjaan akan dihapuskan.

"Setiap amandemen yang diusulkan dalam RUU ini seharusnya tidak boleh mengurangi hak dan manfaat yang sudah dijamin oleh peraturan dan perundang-undangan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com