JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, akan ada tiga pemilu yang diselenggarakan pada 2024.
Hal ini berdasarkan peraturan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Kalau kita hitung siklus 5 tahunan, maka pada 2024 kita akan menggelar pilpres dan pileg secara bersamaan pada bulan April. Ini sesuai siklus pilpres dan pileg 2019," ujar Titi usai mengisi diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020).
Baca juga: MK Putuskan Pilpres-Pileg Serentak, Perludem: Jangan Seperti Pemilu 2019
Kemudian, pilkada secara serentak untuk 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota akan digelar pada November 2024.
Desain di atas, kata Titi, saat ini masih berlaku karena tidak dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kecuali (nanti) ada perubahan dari pembuat undang-undang," kata Titi.
Baca juga: MK Sarankan 6 Model Pelaksanaan Pemilu Serentak
Maka, berdasarkan putusan MK soal keserentakan pilpres dan pileg, ada sejumlah poin yang disarankan Perludem untuk Pemilu 2024.
Pertama, pada 2024 pemerintah diusulkan hanya melaksanakan pilpres, pemilihan anggota DPR dan pemilihan anggota DPD.
Kedua, pada dua tahun berikutnya, pemerintah menggelar pilkada serentak untuk memilih gubernur, bupati/wali kota dan anggota DPRD provinsi serta kabupaten/kota.
Ketiga, di tahun-tahun berikutnya pemerintah disarankan mempersiapkan pemilu serentak selanjutnya, yakni pada 2029.
Baca juga: KPU Pertimbangkan Pembagian Pemilu yang Ideal, Nasional dan Lokal
Perludem memilih tidak menyarankan pelaksanaan pilpres, pileg dan pilkada secara bersamaan.
Titi beralasan, jika dilihat dari semangatnya, penggabungan ketiganya kurang sesuai dengan ketentuan dalam putusan MK, utamanya poin pelaksanaan pemilu yang efektif dan efisien.
"Jika tiga pemilu digelar pada 2024, walaupun hari pemungutannya berbeda, pilpres-pileg pada April dan pilkada November, tetap saja beban tahapannya berjalan beriringan," kata Titi.
Baca juga: Menurut KPU, Ini Model Pemilu Serentak yang Tak Efektif dan jadi Beban
Sehingga, beban penyelenggara pemilu dan teknis pelaksanaannya lebih berat.
"Jika bulan April pungut-hitung (pilpres-pileg) lalu di saat yang sama penyelenggara juga memutakhirkan data pemilih, kemudian mengurus tahapan pencalonan pilkada. Maka beban petugas berlipat serta teknis pelaksanaan pasti lebih kompleks," tambah Titi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.