JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, model keserentakan penyelenggaraan pemilu di masa depan sebaiknya tidak mengulang keserentakan pemilu serentak pada 2019.
"Keserentakan ala pemilu 2019 semestinya tidak kita lanjutkan di 2024. Apalagi jika membarengkan dengan pilkada pada tahun yang sama. Kalau tetap dilakukan ini bisa menimbulkan kekacauan di pemilu kita," ujar Titi saat mengisi diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020).
Baca juga: MK Putuskan Pilpres Digelar Serentak dengan Pemilihan DPR dan DPD
Pertimbangannya, dalam pemilu 2019 yang secara serentak memilih presiden-wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD dan anggota DPRD kabupaten/kota banyak memiliki kekurangan.
Pertama, pemilu 2019 mengakibatkan banyak suara tidak sah dalam pemilu. Sebab, lima kertas suara yang digunakan membuat pemilih kurang cermat dalam mencoblos.
Kedua, pemilihan legislatif (DPR, DPD dan DPRD) kurang mendapat perhatian karena pemilih fokus kepada pemilihan presiden dan wakil presiden.
Ketiga, pemilu serentak pada 2019 dengan menggunakan lima kotak suara mengakibatkan ratusan petugas pemilu adhoc di lapangan meninggal dunia.
"Nah apalagi jika nanti pileg, lalu pilpres dilakukan di hari yang sama dengan pilkada, bisa dibayangkan (kondisinya)," tutur Titi.
Baca juga: MK Sarankan 6 Model Pelaksanaan Pemilu Serentak
Berdasarkan hal itu, kemudian merujuk kepada 6 format keserentakan pemilu yang dianjurkan oleh MK dalam putusannya, maka perludem mengusulkan model keserentakan pemilu yang dipisah antara nasional dengan lokal.
"Pemilu serentak nasional dan pemilu serentak daerah yang paling mendekati saran dan pertimbangan MK. Sebaiknya model pilpres, pileg dan pilkada dalam satu waktu dihindari oleh pembuat UU, " tegas Titi.
Dia pun menambahkan ada lima pertimbangan lain yang mendasari sikap Perludem.
Pertama, putusan MK yang menegaskan pilpres, pemilihan anggota DPD dan pemilihan anggota DPR yang tidak boleh dipisahkan.
Kedua, MK meminta bentuk keserentakan ini harus memperkuat sistem presidensial.
"Sistem presidensial yang dianut ini artinya bagaimana eksekutif di tingkat nasional punya dukungan yang kuat dari parlemen," kata Titi.
Keempat, pertimbangan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemilu.
Kelima, memastikan pemilih punya pilihan dan memberikan suaranya dengan cerdas.
Baca juga: Gugatannya Ditolak MK, Perludem: Sesungguhnya 90 Persen Dikabulkan
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan bahwa keserentakan pemilihan umum yang diatur di Undang-undang Pemilu dan UU Pilkada dimaknai sebagai pemilihan umum untuk memilih anggota perwakilan rakyat di tingkat pusat, yaitu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.
Artinya, ketiga pemilihan wakil rakyat itu tak bisa dipisahkan satu sama lain.
Hal itu disampaikan majelis hakim saat sidang putusan uji materi tentang keserentakan pemilu yang diatur dalam Pasal 167 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 201 ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
"Pelaksanaan pemilihan umum yang konstitusional adalah tidak lagi dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota legislatif dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden," kata Hakim Saldi Isra saat membacakan putusan dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).
Majelis hakim MK menegaskan bahwa penggabungan penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD bertujuan untuk menguatkan sistem presidensiil di pemerintahan Indonesia.
"Keserentakan pemilihan umum untuk pemilihan anggota lembaga perwakilan rakyat di tingkat pusat dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden merupakan konsekuensi logis dan upaya penguatan sistem pemerintahan presidensiil," ujar Saldi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.