Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Putuskan Pemilu Tetap Serentak, Gerindra: Masih Terbuka Dibahas di DPR

Kompas.com - 27/02/2020, 11:16 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Gerindra Habiburokhman menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pemilihan presiden dan wakil presiden anggota DPR, dan anggota DPD tak bisa dipisahkan satu sama lain.

Namun, Habiburokhman mengatakan soal keserentakan pemilu itu masih bisa dibahas di DPR.

"Format keserentakan dalam UU Pemilu selanjutnya masih terbuka untuk dibahas di DPR sebagai pembuat UU," kata Habiburokhman saat dihubungi, Kamis (27/2/2020).

Alasannya, MK dalam putusannya hanya menolak gugatan pemohon soal penyelenggaraan pemilu serentak yang tertuang dalam UU Pemilu No 7/2017.

Baca juga: Kritik Putusan MK, Wasekjen PAN Sebut Pemilu Seharusnya Perhatikan Kondisi Sosial

MK, kata dia, tidak membuat norma baru dalam putusannya.

Oleh karena itu, Habiburokhman mengatakan kesempatan pembahasan keserentakan pemilu itu masih terbuka di DPR.

Revisi UU Pemilu No 7/2017 memang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2020.

"Yang jelas sebagai bangsa kita harus sama-sama mengevaluasi damage dari keserentakan Pemilu 2019 yang mengakibatkan ratusan petugas pemilu meninggal dunia," tuturnya.

Baca juga: MK Putuskan Pilpres dan Pileg Digabung, Bawaslu: Kita Kawal Pembahasan UU

Anggota Komisi III DPR itu mengatakan, Fraksi Gerindra akan menyerap aspirasi masyarakat soal keserentakan pemilu terkait revisi UU Pemilu.

Habiburokhman menyatakan DPR memerhatikan masukan publik dalam melakukan revisi UU No 7/2017 itu.

"Kami akan menyerap aspirasi masyarakat soal pola keserentakan seperti apa yang ideal. Apakah serentak dalam satu hari, dalam satu bulan, atau dalam satu tahun," ujarnya.

"Masukan dari masyarakat merupakan bagian dari fakta konstitusi yang menjadi dasar perumusan norma UU baru," tambah Habiburokhman.

Baca juga: MK Sarankan 6 Model Pelaksanaan Pemilu Serentak

Diberitakan, majelis hakim MK memutuskan, pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD tak bisa dipisahkan satu sama lain.

Menurut majelis hakim MK, keserentakan pemilihan umum yang diatur dalam UU Pemilu dan UU Pilkada dimaknai sebagai pemilihan umum untuk memilih anggota perwakilan rakyat di tingkat pusat, yaitu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.

Hal itu disampaikan majelis hakim saat sidang putusan uji materi tentang keserentakan pemilu yang diatur dalam Pasal 167 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 201 Ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

"Pelaksanaan pemilihan umum yang konstitusional adalah tidak lagi dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota legislatif dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden," kata Hakim Saldi Isra saat membacakan putusan dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com