Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Poin Dalam RUU Ketahanan Keluarga yang Tuai Kritik

Kompas.com - 27/02/2020, 05:58 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang menjadi usulan DPR ramai kritik dan ditolak masyarakat.

Pasalnya, RUU Ketahanan Keluarga dinilai terlalu mengatur ranah privat warga negara, terutama hubungan suami-istri dalam keluarga.

Adapun menurut International for Criminal Justice Reform (ICJR) ada tiga poin soal RUU ini yang perlu dikritisi.

Berikut tiga poin kritik ICJR terhadap RUU Ketahanan Keluarga :

1. Mereduksi peran agama

Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahyu menilai, RUU Ketahanan Keluarga mengerdilkan peran agama dalam membimbing pembentukan fungsi keluarga yang dinamis.

Anggara menjelaskan, pada Pasal 16 ayat (1) dimuat kewajiban anggota keluarga yang terdiri dari kewajiban menaati perintah agama dan menjauhi larangan agama, menghormati hak anggota Keluarga lainnya; melaksanakan pendidikan karakter dan akhlak mulia; serta mengasihi, menghargai, melindungi, menghormati anggota keluarga.

Baca juga: RUU PKS Dinilai Lebih Penting Dibandingkan RUU Ketahanan Keluarga

Kemudian, pada Pasal 24 ayat (2) RUU ini menguraikan kewajiban suami istri untuk saling mencintai, menghormati, menjaga kehormatan, setia, serta memberi bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lain.

"Kewajiban-kewajiban yang diuraikan tersebut tidak bisa dijangkau oleh kewenangan negara, karena negara tidak bisa melihat/menguraikan konsekuensi atas pelanggaran kewajiban-kewajiban tersebut, karena kewajiban yang diuraikan adalah ruang spiritualitas seseorang," kata Anggara dalam keterangan tertulis, Rabu (26/2/2020).

2. Diskriminasi gender

Anggara mengatakan, dalam Pasal 2 huruf k RUU Ketahanan Keluarga diatur bahwa ketahanan keluarga berasaskan non diskriminasi.

Namun, pada Pasal 25 ayat (2) dan Pasal 25 ayat (3) hak dan kewajiban suami istri jelas berbeda.

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Dianggap Terlalu Banyak Atur Ranah Etika

Suami memiliki kewenangan menyelenggarakan resolusi konflik dalam keluarga, sedangkan istri hanya dalam ranah domestik seperti mengurusi urusan rumah tangga dan menjaga keutuhan keluarga.

"Dengan adanya RUU ini, maka Pemerintah Indonesia harusnya marah, karena upaya-upaya pengarusutamaan gender justru dikerdilkan dengan pengaturan kewajiban istri hanya dalam ranah domestik," ujarnya.

3. Dinilai menghina kelompok tertentu

Anggara mengatakan, RUU Ketahanan Keluarga dapat menghina kelompok orang miskin. Sebab, dalam RUU tersebut diatur bahwa orang tua diwajibkan memberikan kehidupan yang layak kepada anak.

Apabila orang tua gagal memberikan kehidupan yang layak terhadap anak, maka dapat dinilai sebagai pelanggaran hukum.

Menurut Anggara, aturan itu terdapat pada Pasal 33 RUU, disebutkan bahwa setiap keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan, gizi dan kesehatan, sandang, dan tempat tinggal yang layak huni; mengikutsertakan anggota Keluarga dalam jaminan kesehatan; dan menjaga kesehatan tempat tinggal dan lingkungan.

Baca juga: Ketua DPR: RUU Ketahanan Keluarga Terlalu Intervensi Ranah Privat

Setiap keluarga juga diwajibkan memiliki tempat tinggal dengan sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi air yang baik; serta ketersediaan kamar yang dipisah antara laki-laki dan perempan untuk mencegah kejahatan seksual.

"Pengaturan ini jelas penuh stigma dan menghina orang miskin. Keluarga yang tidak mampu menyediakan kamar terpisah dianggap melanggar hukum dan tidak berupaya mencegah kekerasan seksual," ucapnya.

Berdasarkan tiga poin tersebut, Anggara meminta pemerintah dan DPR mengkaji ulang rencana pembahasan RUU tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com