Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Corona Diduga Bermutasi, 74 WNI Kru Diamond Princess akan Dikarantina 28 Hari

Kompas.com - 21/02/2020, 17:37 WIB
Dani Prabowo,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah memutuskan menambah masa karantina 74 warga negara Indonesia (WNI) yang berada di kapal pesiar Diamond Princess saat kembali ke Tanah Air hingga 28 hari.

Sebelumnya masa karantina WNI yang baru tiba dari wilayah yang terpapar virus corona seperti Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, hanya 14 hari.

“Khusus yang dari kapal dari Jepang ini kita buat kebijakan akan 2 kali masa inkubasi. Kita akan lakukan masa observasi selama 28 hari,” kata Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto di kantornya, Jumat (21/2/2020).

"Artinya setelah diputuskan pemerintah Jepang negatif dan boleh diambil, maka kita akan melakukan proses observasi 2x14 hari," tambahnya.

Baca juga: Maruf Sebut Presiden Belum Tentukan Mekanisme Evakuasi 74 WNI ABK Diamond Princess

Hal itu menyusul ditetapkannya kapal tersebut sebagai episentrum baru virus corona jenis baru atau COVID-19 dan setelah diduga COVID-19 mulai mengalami mutasi.

Yurianto menjelaskan, mutasi COVID-19 mengakibatkan virus tersebut dapat menginfeksi seseorang dan membuat mereka positif meski tanpa diikuti gejala klinis berat maupun ringan.

Dengan demikian, penyebaran virus ini mulai nampak seperti penyebaran virus flu musiman pada umumnya.

Baca juga: Jokowi Pastikan Evakuasi WNI di Princess Diamond, Tapi...

Ia menambahkan, pemerintah Jepang telah melakukan screening kesehatan terhadap seluruh penumpang dan kru kapal pesiar Diamond Princess, termasuk para WNI.

Proses screening tersebut ditargetkan selesai 21 Febuari dan akan diumumkan hasilnya pada 22 Februari 2020.

Jika hasil screening tersebut menyatakan negatif, maka negara asal kru dan penumpang dapat menjemput mereka.

Namun, bila ada yang positif maka harus menjalani perawatan di rumah sakit yang ada di Jepang.

Baca juga: Pemerintah Diminta Buka Data Jumlah WNI yang Masih Ada di Wuhan

“Kami telah merencanakan khusus kelompok dari Jepang ini, seandainya diijinkan dan sudah ada keputusan dari Presiden untuk diambil, maka yang pertama kita lakukan setelah berada di wilayah kita, seluruhnya akan kita periksa ulang. Bukan hanya fisik, tetapi juga pemeriksaan virus,” ujarnya.

“Oleh karena itu, khusus kelompok ini berbeda karena kita anggap mereka semua PDP (pasien dalam pengawasan). Kita periksa semua, kita screening total. Ini penting supaya pada saat karantina dilakukan clustering,” imbuh Yurianto.

Klasterisasi dilakukan untuk membagi mereka berdasarkan riwayat selama berada di dalam kapal.

Misalnya, memisahkan mereka yang pernah sekamar dengan rekannya yang positif COVID-19 atau siapa yang pernah sakit selama berada di atas kapal meski bukan positif COVID-19.

“Nanti dikumpulkan sendiri. Kita lakukan screening setelah itu dipantau 2x14 hari,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com