Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Lemah Dinilai Terbukti, ICW Bandingkan Zaman SBY dengan Jokowi

Kompas.com - 07/02/2020, 17:48 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch menilai, dugaan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi kian terbukti menyusul munculnya kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu caleg PDI Perjuangan Harun Masiku.

Peneliti ICW, Tama S Langkun menyebutkan, KPK terkesan tidak menggigit dalam menangani kasus Harun Masiku.

Hal ini berbeda saat KPK tetap mampu menangani kasus korupsi para kader Partai Demokrat di masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

"Cerita KPK melawan rezim yang korup, pelaku korupsi yang berdasarkan dari penguasa, bukan sekali dua kali," ujar Tama, usai diskusi di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2020).

"Zaman Pak SBY ada Partai Demokrat yang diproses toh enggak ada masalah, meskipun ada riak. Kenapa sekarang begitu sulit?" kata Tama.

Baca juga: 100 Hari Jokowi-Maruf, Pelemahan KPK Dinilai Semakin Terasa...

Tama menuturkan, pelemahan KPK itu terbukti dengan gagalnya KPK memasang KPK-line di Kantor DPP PDI Perjuangan hingga pemburuan Harun Masiku yang tak kunjung berhasil.

Sedangkan, pada era SBY, KPK dinilai tetap bisa memproses kader-kader Partai Demokrat yang tersandung kasus korupsi.

Bahkan, KPK menjerat petinggi Partai Demokrat seperti Anas Urbaningrum, Nazarudin, dan Andi Mallarangeng.

Menurut Tama, lemahnya KPK dalam menangani kasus Harun merupakan imbas dari sikap pimpinan KPK.

Baca juga: 100 Hari Jokowi-Maruf, PKS Sebut Pelemahan KPK Lewat Revisi UU Kian Terasa

Ia meyakini bahwa kinerja para penyidik tidak berubah dalam menangani kasus tersebut.

"Ini ada faktor pimpinan. Informasi-informasi yang disampaikan Dewas terkait belum adanya izin penyadapan, penggeledahan terkait dengan kasus tertentu, itu kan bukti bahwa upaya-upaya pengejaran tidak dilakukan dengan maksimal," ujar Tama S Langkun.

Tama menambahkan, lemahnya KPK saat ini merupakan buah dari revisi Undang-undang KPK serta proses pemilihan pimpinan KPK yang menghasilkan pimpinan bermasalah.

"Kekhawatiran kita beberapa waktu lalu KPK dilemahkan, sekarang terjadi. Permasalahan yang kita hadapi, bicara soal problem, integritas pimpinan KPK, sampai RUU KPK itu bagian membuat KPK menjadi lemah," kata Tama.

Baca juga: Presiden Mulai Ingkar Janji, Ikut dalam Orkestra Pelemahan KPK...

Menurut Tama, cepat atau lambat, pimpinan KPK bermasalah dan UU KPK yang melemahkan KPK akan menghancurkan lembaga antirasuah tersebut.

"Dua-duanya punya andil yang sama. Kalau bicara undang-undang itu merupakan mekanisme jangka panjang yang melemahkan KPK dia bertahap, kalau pimpinan dia bisa langsung," kata Tama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com