Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Sipil Desak Pemerintah Tindak Pelaku Kekerasan Kebebasan Beragama

Kompas.com - 28/01/2020, 18:51 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Paritas Institute Penrad Siagian mengatakan, negara harus memberikan jaminan penegakan hukum terhadap kelompok yang melakukan kekerasan dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Hal itu disampaikan Penrad saat memaparkan rekomendasi dari Outlook Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia 2020 di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Selasa (28/1/2020).

Outlook tersebut disusun oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil, yakni Paritas Institute, Gusdurian, YLBHI, LBH Jakarta, hingga Lakspedam NU.

"Negara harus memberikan jaminan, tidak ada toleransi terhadap kelompok yang melakukan kekerasan berbasis kebebasan beragama dan berkeyakinan. Apabila tidak dilakukan, akan jadi legitimasi pada kelompok intoleran untuk melakukan kekerasan yang berlarut-larut," kata Penrad.

Baca juga: Tiga Hal yang Dinilai jadi Sebab Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Penrad mengungkapkan, pada dasarnya ada tiga faktor yang menjadi penyebab munculnya pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Yakni, regulasi atau norma hukum yang inkonstitusional dan bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), lemahnya penegakan hukum serta gerakan intoleransi, termasuk ujaran kebencian.

"Ketiganya saling berkelindan. Kompromi terhadap salah satu faktor atau penyelesaian hanya terhadap satu faktor, tidak akan menyelesaikan persoalan," kata Penrad.

Oleh karena itu, ketiganya harus direspons secara bersamaan.

Menurut Penrad, kuncinya adalah negara harus menjalankan proses penegakan hukum dengan tetap menghormati HAM.

Ia menilai, upaya itu guna menjamin keberlangsungan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.

"HAM ini tidak dibatasi oleh atau karena favoritisme atau identitas yang mengikutinya apakah suku, agama, ras, jumlah dan lainnya. Ini harus diterapkan kepada semua warga negara karena jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan itu bentuk HAM yang tidak bisa dikurangi dan dicampuri termasuk oleh negara sekalipun," kata Penrad.

Baca juga: Negara Diminta Jamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Berbasis HAM

Kedua, ia menyatakan perlunya jaminan dari negara menyangkut perlindungan kebebasan berpikir dan berekspresi dalam konteks kemerdekaan beragama dan berkeyakinan.

"Kita melihat misalnya di satu sisi negara telah menciptakan berbagai regulasi yang notabene menjadi alat untuk memberangus dan mempersempit kebebasan berpikir, berekspresi dan lain-lain dalam konteks kemerdekaan beragama dan berkeyakinan. Ini yang harus diubah," kata dia.

Ketiga, Penrad menyarankan penghapusan pasal-pasal yang menyangkut soal penodaan agama. Ia menilai, keberadaan pasal-pasal itu kerap disalahgunakan oleh pihak tertentu sehingga menghambat jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan.

"Yang kita lihat ternyata kan ini menjadi alat bagi negara atau kelompok intoleran untuk melakukan tindak kekerasan dalam berbagai bentuk kepada komunitas-komunitas keagaamaan dan keyakinan itu sendiri. Saya pikir ini perlu diubah," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com