Hal itu disampaikan Penrad saat memaparkan rekomendasi dari Outlook Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia 2020 di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Outlook tersebut disusun oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil, yakni Paritas Institute, Gusdurian, YLBHI, LBH Jakarta, hingga Lakspedam NU.
"Negara harus memberikan jaminan, tidak ada toleransi terhadap kelompok yang melakukan kekerasan berbasis kebebasan beragama dan berkeyakinan. Apabila tidak dilakukan, akan jadi legitimasi pada kelompok intoleran untuk melakukan kekerasan yang berlarut-larut," kata Penrad.
Penrad mengungkapkan, pada dasarnya ada tiga faktor yang menjadi penyebab munculnya pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Yakni, regulasi atau norma hukum yang inkonstitusional dan bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), lemahnya penegakan hukum serta gerakan intoleransi, termasuk ujaran kebencian.
"Ketiganya saling berkelindan. Kompromi terhadap salah satu faktor atau penyelesaian hanya terhadap satu faktor, tidak akan menyelesaikan persoalan," kata Penrad.
Oleh karena itu, ketiganya harus direspons secara bersamaan.
Menurut Penrad, kuncinya adalah negara harus menjalankan proses penegakan hukum dengan tetap menghormati HAM.
Ia menilai, upaya itu guna menjamin keberlangsungan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.
"HAM ini tidak dibatasi oleh atau karena favoritisme atau identitas yang mengikutinya apakah suku, agama, ras, jumlah dan lainnya. Ini harus diterapkan kepada semua warga negara karena jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan itu bentuk HAM yang tidak bisa dikurangi dan dicampuri termasuk oleh negara sekalipun," kata Penrad.
Kedua, ia menyatakan perlunya jaminan dari negara menyangkut perlindungan kebebasan berpikir dan berekspresi dalam konteks kemerdekaan beragama dan berkeyakinan.
"Kita melihat misalnya di satu sisi negara telah menciptakan berbagai regulasi yang notabene menjadi alat untuk memberangus dan mempersempit kebebasan berpikir, berekspresi dan lain-lain dalam konteks kemerdekaan beragama dan berkeyakinan. Ini yang harus diubah," kata dia.
Ketiga, Penrad menyarankan penghapusan pasal-pasal yang menyangkut soal penodaan agama. Ia menilai, keberadaan pasal-pasal itu kerap disalahgunakan oleh pihak tertentu sehingga menghambat jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Yang kita lihat ternyata kan ini menjadi alat bagi negara atau kelompok intoleran untuk melakukan tindak kekerasan dalam berbagai bentuk kepada komunitas-komunitas keagaamaan dan keyakinan itu sendiri. Saya pikir ini perlu diubah," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/28/18515281/masyarakat-sipil-desak-pemerintah-tindak-pelaku-kekerasan-kebebasan-beragama