Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 WNI Jadi Korban Perdagangan Orang, KBRI Kuala Lumpur Didesak Optimal Membantu

Kompas.com - 22/01/2020, 16:33 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia dinilai tidak optimal dalam memberikan bantuan terhadap delapan perempuan imigran Indonesia yang ditahan di Imigrasi Semenyih, Malaysia.

"Penahanan ini juga menunjukkan keterbatasan dari peran perlindungan yang seharusnya diberikan oleh perwakilan Indonesia (KBRI Kuala Lumpur) terhadap kerentanan para pekerja migran Indonesia di Malaysia," ujar Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (22/1/2020).

Wahyu menegaskan, berulangnya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Malaysia menjadi cerminan bagi pemerintah Indonesia.

Baca juga: Migrant Care Sebut Ada Tren Perekrutan Tenaga Kerja yang Mengarah ke TPPO

Pasalnya, sejauh ini tidak ada perkembangan yang signifikan dari upaya penghormatan hak pekerja migran dan penghapusan perdagangan manusia.

"Cerminan tidak adanya perkembangan yang signifikan dari upaya penghormatan hak-hak pekerja migran dan penghapusan perdagangan manusia," kata Wahyu.

Di sisi lain, Migrant Care mendesak penyelidikan atas terjadinya dugaan TPPO harus menyeluruh. Penyelidikan juga harus mendengarkan seluruh aduan korban dan menelusur hingga ke jejaringnya.

"Hingga saat ini belum ada penyelidikan mengenai keterlibatan perusahaan perekrutnya yang bisa meloloskan pekerja migran yang masih berusia 16 tahun," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak delapan perempuan yang berasal dari berbagai daerah diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh perusahaan di Malaysia, IClean Services Sdn Bhd.

Baca juga: Migrant Care: 8 Perempuan WNI Diduga Jadi Korban Perdagangan Orang di Malaysia

Dugaan TPPO diungkapkan Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care.

"Pada tanggal 23 November 2019, Migrant CARE Malaysia menerima pengaduan (TPPO) dari delapan perempuan pekerja migran Indonesia yang bekerja di Malaysia," ujar Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo.

Wahyu menjelaskan, delapan perempuan itu di antaranya berasal dari Padang, Cilacap, Sumbawa, Sumba Timur, Nagakeo, dan Sumba Barat.

Mereka direkrut oleh dua perusahaan dalam sebelum disalurkan ke Malaysia. Yakni PT Bukit Mayak Asri dan PT Millenium Muda Makmur ke perusahaan IClean Services.

Baca juga: Diduga Korban Perdagangan Orang, 8 Perempuan Pekerja Migran Indonesia Malah Ditahan

Wahyu menuturkan, dalam pengaduan ke Migrant Care Malaysia, mereka mengaku dalam situasi dan kondisi bekerja yang tidak layak.

Pasalnya, perusahaan tersebut diduga melanggar kontrak kerja. Antara lain penempatan kerja, pembayaran, dan besaran gaji yang tidak sesuai dengan kontrak kerja.

Pihak kepolisian sempat menggeledah perusahaan tersebut. Namun, tidak ada upaya hukum atas perbuatan perusahaan terhadap delapan perempuan migran Indonesia.

Sebaliknya, delapan perempuan migran Indonesia ditahan dengan alasan tidak sah kala memasuki Negeri Jiran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com