Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Ambang Batas Parlemen Dianggap Tak Ampuh Pangkas Jumlah Parpol

Kompas.com - 14/01/2020, 13:36 WIB
Dani Prabowo,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com – Usulan kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dinilai tidak akan cukup ampuh untuk menyederhanakan jumlah partai politik.

Alih-alih ingin menyederhanakan partai, kenaikan ambang batas ini justru akan membuat perolehan suara yang diraih partai yang tidak lolos ambang batas akan terbuang sia-sia.

Menurut Peneliti Perludem Heroik M Pratama, kenaikan ambang batas parlemen bukan kali ini saja terjadi di dalam sistem pemilu di Indonesia.

Namun kenyataannya, setiap kali ambang batas partai naik, justru membuat jumlah partai yang menjadi peserta pemilu semakin bertambah.

“Sejak 2009 sampai sekarang parliamentary threshold meningkat dari 2,5 persen menjadi 3 persen kemudian sekarang 4 persen. Kalau lihat dari 2014 sampai sekarang itu justru tidak terjadi (pengurangan parpol),” kata Heroik saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/1/2020).

Baca juga: PDI-P Sebut Usulan Kenaikan Ambang Batas Parlemen untuk Sederhanakan Jumlah Partai

Dalam catatan Kompas.com, sistem ambang batas parlemen baru diterapkan saat Pemilu 2009. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu ambang batas yang ditentukan sebesar 2,5 persen.

Saat itu ada 38 partai politik nasional dan enam parpol Aceh yang ikut dalam kontestasi. Jumlah partai nasional yang mengikuti perhelatan pemilu ini meningkat dibandingkan 2004, di mana pada saat itu ada 24 parpol yang mengikuti pemilihan.

Sedangkan pada 2014, ambang batas yang ditetapkan sebesar 3,5 persen. Semula, di dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, ambang batas itu hendak diterapkan saat pemilu DPR dan DPRD.

Namun, setelah digugat oleh sejumlah parpol, akhirnya penerapan ambang batas hanya berlaku di pemilu DPR saja.

Ketika itu, hanya ada 12 partai nasional dan tiga partai di Aceh yang mengikuti pemilu.

Sedangkan di dalam pelaksanaan Pemilu 2019 yang dilangsungkan secara serentak untuk pertama kali antara pileg dan pilpres, ambang batas yang ditentukan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebesar 4 persen.

Tak hanya ambang batas yang meningkat, jumlah partai yang mengikuti kontestasi juga mengalami pertumbuhan menjadi 16 partai nasional dan empat partai di Aceh.

Menurut Heroik, bila ingin menyederhanakan jumlah partai sebaiknya melalui mekanisme kompetisi di daerah dengan cara memperkecil alokasi kursi dapil.

“Misalnya sekarang untuk DPR itu alokasi kursi per dapil paling kecil tiga paling besar 10, sedangkan DPRD provinsi dan kabupaten/kota paling kecil tiga paling besar 12, itu diperkecil saja menjadi paling kecil tiga dan paling besar delapan,” ujarnya.

Baca juga: Ketua DPR Usulkan Parliamentary Threshold Naik dan Penyederhanaan Jumlah Parpol

Dengan demikian, ia menilai, penyederhanaan jumlah partai akan terjadi secara alamiah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com