JAKARTA, KOMPAS.com – Usulan kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dinilai tidak akan cukup ampuh untuk menyederhanakan jumlah partai politik.
Alih-alih ingin menyederhanakan partai, kenaikan ambang batas ini justru akan membuat perolehan suara yang diraih partai yang tidak lolos ambang batas akan terbuang sia-sia.
Menurut Peneliti Perludem Heroik M Pratama, kenaikan ambang batas parlemen bukan kali ini saja terjadi di dalam sistem pemilu di Indonesia.
Namun kenyataannya, setiap kali ambang batas partai naik, justru membuat jumlah partai yang menjadi peserta pemilu semakin bertambah.
“Sejak 2009 sampai sekarang parliamentary threshold meningkat dari 2,5 persen menjadi 3 persen kemudian sekarang 4 persen. Kalau lihat dari 2014 sampai sekarang itu justru tidak terjadi (pengurangan parpol),” kata Heroik saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/1/2020).
Dalam catatan Kompas.com, sistem ambang batas parlemen baru diterapkan saat Pemilu 2009. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu ambang batas yang ditentukan sebesar 2,5 persen.
Saat itu ada 38 partai politik nasional dan enam parpol Aceh yang ikut dalam kontestasi. Jumlah partai nasional yang mengikuti perhelatan pemilu ini meningkat dibandingkan 2004, di mana pada saat itu ada 24 parpol yang mengikuti pemilihan.
Sedangkan pada 2014, ambang batas yang ditetapkan sebesar 3,5 persen. Semula, di dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, ambang batas itu hendak diterapkan saat pemilu DPR dan DPRD.
Namun, setelah digugat oleh sejumlah parpol, akhirnya penerapan ambang batas hanya berlaku di pemilu DPR saja.
Ketika itu, hanya ada 12 partai nasional dan tiga partai di Aceh yang mengikuti pemilu.
Sedangkan di dalam pelaksanaan Pemilu 2019 yang dilangsungkan secara serentak untuk pertama kali antara pileg dan pilpres, ambang batas yang ditentukan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebesar 4 persen.
Tak hanya ambang batas yang meningkat, jumlah partai yang mengikuti kontestasi juga mengalami pertumbuhan menjadi 16 partai nasional dan empat partai di Aceh.
Menurut Heroik, bila ingin menyederhanakan jumlah partai sebaiknya melalui mekanisme kompetisi di daerah dengan cara memperkecil alokasi kursi dapil.
“Misalnya sekarang untuk DPR itu alokasi kursi per dapil paling kecil tiga paling besar 10, sedangkan DPRD provinsi dan kabupaten/kota paling kecil tiga paling besar 12, itu diperkecil saja menjadi paling kecil tiga dan paling besar delapan,” ujarnya.
Dengan demikian, ia menilai, penyederhanaan jumlah partai akan terjadi secara alamiah.
Usulan peningkatan ambang batas parlemen dari 4 persen menjadi 5 persen sebelumnya menjadi salah satu rekomendasi yang diberikan PDI Perjuangan usai menggelar rapat kerja nasional (Rakernas).
Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mengatakan, usulan ini untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan menyederhanakan jumlah parpol.
"Kalau parliamentary threshold meningkat, kita ingin idealnya ada penyederhanaan parpol. Jadi, nanti akan terkristalisasi parpol itu menjadi beberapa partai saja," kata Djarot di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/1/2020).
Djarot mengatakan, kenaikan ambang batas parlemen tidak hanya untuk DPR, tetapi juga berjenjang ke DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Dengan cara seperti itu sudah selayaknya. Parliamentary threshold bukan hanya 5 persen di tingkat pusat, tapi harusnya berjenjang," ujarnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/14/13365101/kenaikan-ambang-batas-parlemen-dianggap-tak-ampuh-pangkas-jumlah-parpol