JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyayangkan lamanya proses penggeledahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sejumlah tempat yang diduga berkaitan dengan kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Politisi PDI Perjuangan Harun Masiku.
Menurut Feri, jika penggeledahan dilakukan jauh hari setelah penetapan tersangka, ada kemungkinan barang bukti menjadi hilang.
"Proses yang lama ini tentu akan menghilangkan barang bukti," kata Feri kepada Kompas.com, Selasa (14/1/2020).
Tidak ditemukannya barang bukti, kata Feri, akan memberikan dampak yang lebih jauh lagi.
Baca juga: Penggeledahan Disebut Terlambat, KPK Tak Khawatir Barang Bukti Hilang
Bukan tidak mungkin, kejahatan yang semula disangkakan menjadi tidak terbukti. Apalagi, menurut Feri, tidak mudah untuk membuktikan kasus pidana korupsi.
"Bukankah kejahatan extraordinary juga (seharusnya) diberantas dengan penanganan yang extraordinary? Termasuk soal waktu," ujar Feri.
Feri menilai, lamanya proses penggeledahan penyidik KPK ini merupakan dampak dari berjenjangnya proses penanganan perkara di lembaga antirasuah itu.
Sebab, seperti diketahui, sejak berlakunya Undang-undang KPK hasil revisi, proses penggeledahan harus melalui izin dari Dewan Pengawas KPK.
Baca juga: Geledah KPU, KPK Amankan Dokumen Terkait Suap Wahyu Setiawan
Namun, kata Feri, alih-alih mempermudah dan mempercepat perizinan, Dewan Pengawas justru memperumit proses dan terkesan sebagai penghambat.
"Makanya proses izin ini adalah tipu daya hukum para politisi Indonesia," kata Feri.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024.
Wahyu diduga menerima suap dari Politisi PDI-Perjuangan Harun Masiku yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Baca juga: UU Baru Dinilai Hambat KPK Geledah Kantor PDI-P, Ini Tanggapan Istana
Selain menetapkan Wahyu dan Harun, dalam kasus ini KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, dan pihak swasta bernama Saeful.
Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap. Sementara Harun dan Saeful disebut sebagai pihak yang memberi suap.
Dikutip dari Kompas.id, Dewan Pengawas KPK telah menerbitkan izin penggeledahan dan penyitaan terkait kasus ini.
Baca juga: KPK Lambat Geledah DPP PDI-P, PKS: Pemberantasan Korupsi Birokratis dan Memble
Berbekal izin itu, minggu ini, tim penyidik KPK akan memulai proses penggeledahan di sejumlah tempat.
Mengenai lokasi mana saja yang akan digeledah, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri belum dapat menyampaikan
"Info spesifik lokasi belum dapat kami sampaikan saat ini karena terkait penanganan KPK yang berjalan," kata Ali saat dihubungi, Sabtu (11/1/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.