Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasto Kristiyanto Sebut Proses PAW di PDI-P Tak Bisa Dinegosiasi

Kompas.com - 10/01/2020, 10:26 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, proses pergantian antar-waktu (PAW) di partainya tak bisa dinegosiasikan.

Hal itu disampaikan Hasto menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait proses PAW anggota legislatif dari PDI-P.

"PAW sudah dilakukan puluhan kali dan tidak ada sebuah proses negosiasi untuk PAW karena konfigurasi hukumnya sangat jelas dan enggak bisa hal tersebut dinegosiasikan," kata Hasto di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/1/2020).

Hasto mengatakan, PAW dilakukan merujuk pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Baca juga: Stafnya Diduga Terjaring OTT KPK, Hasto: Saya Tak Tahu karena Sedang Diare

Karenanya, kata Hasto, proses PAW tidak bisa dilakukan jika tidak sesuai ketentuan dua undang-undang tersebut.

"Kita diikat dengan undang-undang partai dan (peraturan) KPU. Enggak ada ruang gerak untuk bermain karena peraturan sangat ketat," ujar Hasto.

"Semua harus berpijak pada hukum karena kami pernah mengaalami saat kami lakukan PAW ada gugatan. Itu memerlukan waktu 2 tahun. Makanya partai harus hati-hati melakukan PAW," kata dia.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dijadikan tersangka lewat OTT KPK karena diduga menerima suap setelah berjanji untuk menetapkan caleg PDI-P Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.

Baca juga: Hasto Bantah Ada Penggeledahan dan Penyegelan KPK di DPP PDI-P

PAW dilakukan karena Nazarudin Kiemas yang merupakan caleg terpilih meninggal dunia.

PDI-P mengajukan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI melalui mekanisme PAW, tetapi KPU menetapkan Riezky Aprillia yang mendapatkan suara terbanyak setelah Nazarudin Kiemas.

KPK menyebutkan, Wahyu telah menerima uang senilai Rp 600 juta dari Harun dan sumber dana lainnya yang belum diketahui identitasnya.

Sedangkan, Wahyu disebut meminta uang operasional sebesar Rp 900 juta untuk memuluskan niat Harun.

KPK menetapkan total empat tersangka dalam kasus suap yang menyeret komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Baca juga: Komisioner KPU Jadi Tersangka, KPK Diminta Telusuri Keterlibatan Pengurus PDI-P

Selain Wahyu, KPK juga menetapkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina.

Kemudian, politisi PDI-P Harun Masiku, dan pihak swasta bernama Saeful. Dua nama terakhir disebut Lili sebagai pemberi suap.

Sementara Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap.

Tersangka Harun Masiku sendiri tidak terjaring dalam operasi tangkap tangan pada Rabu (8/1/2020) lalu. KPK mengimbau agar Harun segera menyerahkan diri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com