Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi soal Natuna: Tak Ada Tawar-menawar mengenai Kedaulatan Kita

Kompas.com - 06/01/2020, 14:21 WIB
Ihsanuddin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo angkat bicara soal masuknya kapal China ke wilayah perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Jokowi menyebut pernyataan yang disampaikan sejumlah menterinya sudah tepat dalam menanggapi persoalan ini.

"Yang berkaitan dengan Natuna, saya kira, seluruh statement yang disampaikan sudah sangat baik," kata Jokowi dalam rapat kabinet paripurna di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/1/2020).

Baca juga: Amankan Natuna, Menhan Didorong Perkuat Persenjataan Bakamla

Rapat terbatas tersebut membahas Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024.

Semua menteri dan kepala lembaga hadir, termasuk Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala BIN.

Meski membahas RPJMN, tetapi dalam sambutannya Jokowi turut menyinggung soal penerobosan wilayah Natuna oleh kapal China.

"Bahwa tidak ada yang namanya tawar-menawar mengenai kedaultan, mengenai teritorial negara kita," tegas Jokowi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mohamad Mahfud MD bersikap tegas terhadap masuknya kapal asing asal China ke wilayah perairan Natuna.

Mahfud menyampaikan, tidak ada negosiasi atas kasus tersebut. Sebab, menurut dia, perairan Natuna yang ada di Kepulauan Riau mutlak merupakan wilayah Indonesia.

Baca juga: Tegas Soal Natuna, Indonesia Tak Perlu Khawatir Gangguan Investasi China

"Indonesia tidak akan melakukan negosiasi dengan China," kata Mahfud saat menghadiri Dies Natalis Universitas Brawijaya (UB) ke-57 di Kampus Universitas Brawijaya (UB), Minggu (5/1/2020).

Prajurit TNI AL di atas KRI Tjiptadi-381 saat mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2020). Operasi tersebut digelar untuk melaksanakan pengendalian wilayah laut, khususnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) laut Natuna Utara. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/pd.ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT Prajurit TNI AL di atas KRI Tjiptadi-381 saat mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2020). Operasi tersebut digelar untuk melaksanakan pengendalian wilayah laut, khususnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) laut Natuna Utara. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/pd.
Menurut Mahfud, perairan Natuna sepenuhnya milik Indonesia berdasarkan konvensi internasional tentang laut dan perairan, yaitu UNCLOS tahun 1982.

Batas perairan Natuna yang dilanggar China merupakan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Mahfud MD meminta aparat keamanan untuk mengusir kapal-kapal asal China yang masih berada di perairan Natuna.

"Kita usir dengan segala kemampuan kita. Kita halau kapal-kapal dan nelayan-nelayan. Kalau mau diinternasionalkan itu multilateral, urusan Perserikatan Bangsa-Bangsa, bukan urusan China dan Indonesia. Tidak ada itu. Kita tidak membentuk tim negosiasi, tidak ada," ucapnya.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, diskusi bukan menjadi solusi tepat terkait polemik batas wilayah di perairan Natuna.

Baca juga: Indonesia Diminta Tak Negosiasi dengan China soal Natuna, Ini 4 Alasannya

"Juru bicara Kementerian Luar Negeri China pun menyampaikan bahwa China hendak menyelesaikan perselisihan ini secara bilateral. Rencana China tersebut harus ditolak oleh Pemerintah Indonesia karena empat alasan," ucap Hikmahanto ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (5/1/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com