Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Draf Perpres, Demokrat Sebut Presiden Ingin Dikte KPK

Kompas.com - 30/12/2019, 17:14 WIB
Tsarina Maharani,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Partai Demokrat mengkritik draf peraturan presiden (perpres) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua DPP Demokrat Didik Mukrianto menilai, Presiden Joko Widodo terkesan ingin mendikte KPK lewat perpres tersebut.

"Terkait dengan draf Pepres KPK yang beredar, sangat jelas political will presiden yang ingin mendikte KPK," kata Didik kepada wartawan, Senin (30/12/2019).

"Sungguh logika yang salah dan mundur dalam pemberantasan korupsi, apalagi perilaku korup di lingkungan pemerintahan semakin menjadi-jadi termasuk di pemda," kata dia.

Didik menyesalkan jika Perpres KPK itu benar-benar terbit nantinya. Sebab, kata dia, kewenangan KPK akan terkebiri.

Baca juga: Polemik Perpres KPK: Dinilai Bertentangan dengan UU dan Gerus Independensi

Dalam draf Perpres KPK yang beredar, disebutkan bahwa pimpinan KPK merupakan pejabat setingkat menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala negara.

"Langkah yang patut disesalkan dan harus diluruskan jika perpres tersebut benar-benar ingin mengebiri kewenangan KPK. Bagaimana mungkin KPK sebagai organ negara yang juga sebagai 'state auxiliary institution' yang independen dalam menjalankan tugas dan kewenagannya memberantas korupsi akan dibatasi," ujar anggota Komisi III DPR itu.

Menurut Didik, hal tersebut juga bertentangan dengan UU KPK No 19/2019.

"Ketentuan pertanggungjawaban ini nyata-nyata bertentangan dengan UU 19 Tahun 2019 yang mewajibkan KPK membuat laporan pertanggungjawabannya setahun sekali kepada Presiden, DPR, dan BPK," kata Didik.

Selain itu, dia mengkritik kehadiran Dewan Pengawas KPK yang dinilai jadi mata presiden untuk mengawasi kinerja KPK.

"Bagaimana mungkin, KPK bisa efektif mengawasi penggunaan keuangan negara yang dikelola pemerintah, karena di sisi lain KPK diawasi oleh presiden melalui Dewas yang dipilihnya? Apakah memang sekarang zamannya menggunakan logika terbalik?" kata Didik.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo tengah menyiapkan peraturan presiden atau perpres baru terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Perpres ini akan mengatur mengenai susunan organisasi, tata kerja pimpinan, dan organ pelaksana pimpinan KPK.

Pasal 1 Ayat (1) perpres tersebut berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan pejabat negara setingkat menteri yang berada di bawah dan bertangggung jawab kepada presiden sebagai kepala negara".

Baca juga: Mahfud MD Persilakan Publik Gugat Perpres KPK

Selain itu, ada posisi Inspektorat Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perpres tersebut. Inspektorat jenderal KPK diatur dalan Pasal 31 hingga Pasal 34 dalam draf perpres tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com