Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Reformasi Birokrasi Masih Terganjal Persoalan Korupsi

Kompas.com - 29/12/2019, 18:10 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Farid Assifa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tibiko Zabar menilai, reformasi birokrasi sampai saat ini masih terganjal dengan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN).

Hal itu disampaikan oleh Tibiko dalam paparan Catatan Agenda Pemberantasan Korupsi Tahun 2019 di kantor ICW, Jakarta, Minggu (29/12/2019).

"Masalah ASN koruptor sebenarnya tidak lepas dari persoalan krusial birokrasi saat ini yang berkaitan erat dengan korupsi, konflik kepentingan, dan lemahnya pengawasan antar lembaga termasuk oleh Inspektorat," kata Tibiko dalam paparannya.

ICW, lanjut dia, mencatat ASN masih menempati peringkat teratas sebagai pelaku korupsi yang paling banyak.

Baca juga: Catatan ICW: 2019 Tahun Kehancuran KPK yang Disponsori Presiden dan DPR

 

Ia menjelaskan, kasus-kasus yang melibatkan ASN beragam, seperti pungutan liar, suap perizinan, jual beli jabatan, hingga korupsi pengadaan barang dan jasa.

Salah satu kasus yang disoroti Tibiko adalah dugaan suap seleksi jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) wilayah Jawa Timur.

Kasus yang menjerat dua kepala kantor Kemenag di Jawa Timur dan mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy ini dinilainya sebagai bukti proses seleksi bisa dicurangi.

"Ini menunjukkan bahwa praktik jual beli jabatan masih terjadi dan pengawasan eksternal diabaikan," kata dia.

Tibiko juga menilai, pemerintah tak tepat waktu dalam menuntaskan pemecatan ASN koruptor yang sudah divonis dan putusan pengadilannya telah berkekuatan hukum tetap.

"Persoalan tersebut berlarut tak urung rampung hingga memasuki pertengahan tahun 2019," kata dia.

Padahal, lanjut dia, sudah ada Surat Keputusan Bersama (SKB) tertanggal 13 September 2018 tentang Penegakan Hukum terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan yang Ada Hubungannya Dengan Jabatan.

"Upaya untuk mendorong percepatan pemecatan ASN terpidana korupsi hingga kini belum jelas perkembangannya. Akhir Januari 2019, masih terdapat 1.466 ASN terpidana korupsi belum diberhentikan. Padahal proses ini seharusnya tuntas pada Desember 2018, namun diundur sampai April 2019," ujar dia.

"Bahkan berdasarkan pantauan media, hingga 12 Agustus 2019 pemecatan ASN koruptor ternyata juga tak kunjung rampung. Terhitung sejak pertengahan Agustus 2019, setidaknya masih terdapat 437 ASN koruptor yang belum dipecat," lanjut dia.

Baca juga: Jabatan Inspektorat Jenderal di Draf Perpres KPK Dipertanyakan

Menurut Tibiko, fenomena ini berimplikasi pada risiko kerugian keuangan negara. Sebab, masih ada ASN koruptor yang menerima gaji sehingga menimbulkan beban keuangan negara.

"Lambatnya proses pemecatan merupakan bentuk ketidakpatuhan pejabat pembina kepegawaian terhadap peraturan perundang-undangan maupun ketidaktegasan Jokowi melalui jajaran menterinya. Ini juga menunjukkan ciri-ciri birokrasi dengan ketiadaan komitmen antikorupsi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com