Hal tersebut terungkap berdasarkan hasil verifikasi oleh tim Kemendagri di desa-desa yang diduga fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Sementara sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Nata Irawan menduga, desa-desa yang disebut sebagai desa fiktif lahir sebelum Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa terbit.
Oleh karena itu, kata dia, akan lebih tepat apabila desa-desa tersebut disebut sebagai desa yang sedang dalam penataan administrasi dibandingkan sebagai desa fiktif.
"UU tentang desa kan baru lahir. Setelah lahir UU desa, kami membuat peraturan mendagri tentang desa, syaratnya jumlah penduduk," kata Nata saat dihubungi, pada 12 November lalu.
Ancaman Sri Mulyani
Kendati belum mengantongi berapa jumlah pasti desa fiktif yang disebutkan, Sri Mulyani mengancam, akan membekukan aliran dana desa yang masuk ke desa yang terindikasi fiktif.
Baca juga: Soal Dugaan Desa Fiktif, KPK: Ini Warning
Tak hanya itu, ia juga meminta pemerintah daerah bertanggungjawab mengembalikan dana desa yang telah disalurkan bila terbukti di wilayahnya mengalir dana desa ke desa fiktif.
"Kalau ada daerah yang ketahuan ada dana desa yang ternyata desanya tidak legitimate ya kita bekukan. Kalau sudah terlanjur transfer ya kami ambil lagi, melalui siapa? Ya pemerintah daerahnya dong," ujar dia ketika memberi sambutan di Sosialisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA 2020 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, pada 14 November lalu.
Di lain pihak, Kemendagri merampungkan investigasi terhadap 56 desa di Konawe, Sulawesi Tenggara, yang sebelumnya terindikasi fiktif. Hasil investigasi menunjukan bahwa seluruh desa itu ada dan bukan desa fiktif.
"Sebenarnya tidak fiktif. Kami garis bawahi, tidak fiktif," kata Nata Irawan di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, pada 18 November lalu.
"Yang terjadi itu, desa ada, tetapi tidak berjalan tata kelola pemerintahannya secara optimal," lanjut dia.
Baca juga: Kemendagri Minta Tak Ada Penyebutan Desa Fiktif atau Desa Hantu
Meski desa-desa itu telah dipastikan keberadaannya, Kemendagri menemukan, pembentukan desa itu cacat hukum.
Sebab, landasan hukum yang menjadi dasar pembentukan desa, yaitu Perda Nomor 7/2011 dibentuk tidak melalui mekanisme dan tahapan di DPRD.
Oleh karena itu, pihaknya bekerjasama dengan Polda Sultra meminta keterangan kepala desa dan perangkatnya di 56 desa itu.
Pasalnya, ada dugaan pembentukannya bermasalah dan berpotensi merugikan keuangan negara.
Dari proses klarifikasi tersebut, didapat fakta bahwa 34 desa memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai desa.
Baca juga: Soal Desa Fiktif, Ganjar Pranowo: Sudahlah, Itu Kasus Lama
Selanjutnya, 18 desa masih perlu pembenahan dalam aspek administrasi dan kelembagaan serta kelayakan sarana prasarana desa.
Sedangkan 4 desa, yaitu Desa Arombu Utama Kecamatan Latoma, Desa Lerehoma Kecamatan Anggaberi, Desa Wiau Kecamatan Routa, dan Desa Napooha Kecamatan Latoma, didalami lebih lanjut karena ditemukan inkonsistensi data jumlah penduduk dan luas wilayah desa.
Hasilnya, dari empat desa itu, dua desa yaitu Desa Wiau dan Desa Napooha masih perlu pendalaman hukum secara intensif.
Dana dibekukan
Sejak 2017-2019, pemerintah mengalokasikan dana desa ke empat desa yang terindikasi fiktif di Kabupaten Konawe sebesar Rp 9,3 miliar. Dari total tersebut, baru Rp 4,4 miliar yang telah diterima, sementara Rp 4,9 miliar sisanya belum.
Direktur Fasilitas Keuangan dan Aset Pemerintah Desa Kemendagri Benny Irawan pun tidak menutup kemungkinan dana yang disalurkan ke desa-desa tersebut bisa ditarik kembali oleh pemerintah pusat jika keempatnya terbukti tidak memenuhi ketentuan administratif desa berdasarkan UU 6/2014 tentang Desa.
"Kebijakannya dengan Kemenkeu akan ada perhitungan dengan pemerintah daerah bagaimana terkait uang yang sudah disalurkan," ujar Benny di Jakarta, pada 19 November lalu.
Baca juga: Mengenal Desa-Desa Fiktif Penerima Dana Desa...
Di lain pihak, atas hasil investigasi yang dilakukan Kemendagri, Kemenkeu akhirnya membekukan aliran dana desa di desa-desa yang terindikasi fiktif.
"Kan ini kan jalurnya dari RKUN ke RKD tingkat 2 baru masuk ke rekening desa. Nah kami bisanya ke rekening daerah ini yang akan kita freeze sejumlah apa yang akan direkomendasikan Kemendagri," ujar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti di Jakarta, pada hari yang sama.
Astera pun menjelaskan, dalam proses pencairan dana desa pemerintah pusat menyalurkan melalui Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Umum Daerah (RKUD) sebelum akhirnya dipindahbukukan ke Rekening Dana Desa (RKD).
Pembekukan aliran dana desa tersebut dilakukan pada tahap pemindahbukuan dari RKUD ke RKD.
Dia pun memaparkan masih menunggu proses pemeriksaan administrasi desa akibat kemunculan desa- desa fiktif yang disorot belakangan ini.
Menurut dia, pihak Kemendagri seharusnya sudah bisa menyelesaikan proses verifikasi di Desember.
Sehingga harapannya, dana desa tahap III bisa dicairkan kembali.
Adapun hingga Oktober 2019, realisasi penyaluran dana desa saat ini menyentuh Rp 52 triliun atau 74,23 persen dari target APBN di angka Rp 70 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.