JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC) Freddy Lumban Tobing divonis 1 tahun dan 4 bulan penjara serta denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yakni 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Adapun Freddy merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi terkait pengadaan reagents dan consumables penanganan virus flu burung DIPA APBN-P tahun anggaran 2007 pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan.
Baca juga: Korupsi Penanganan Flu Burung, Dirut PT CPC Didakwa Rugikan Negara Rp 12,3 Miliar
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Freddy Lumban Tobing terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani saat membaca amar putusan, Kamis (12/12/2019).
Atas vonis ini, jaksa KPK menggunakan masa pikir-pikir. Sementara, Freddy menyatakan menerima vonis.
Hal yang memberatkan Freddy adalah perbuatannya tidak mendukung program pembangunan. Perbuatan Freddy juga tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Perbuatan Freddy turut memboroskan keuangan negara.
Sementara hal yang meringankan, Freddy bersikap sopan di persidangan, sudah lanjut usia dan belum pernah dihukum.
Baca juga: Pengusaha Didakwa Perkaya Diri Rp 10,8 Miliar dalam Dugaan Korupsi Penanganan Flu Burung
Hakim menganggap Freddy selaku Direktur Utama PT CPC memperkaya dirinya dan perusahaannya sebesar Rp 10,86 miliar dan memperkaya PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD) sebesar Rp 1,46 miliar.
Freddy juga dianggap terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 12,33 miliar dalam pengadaan reagents dan consumables tersebut.
Hal itu sesuai laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara yang tertuang dalam Surat Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Deputi Bidang Investigasi, Nomor: SR-548/D6/1/2012.
Menurut hakim, Freddy bersama mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, Ratna Dewi Umar sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) dan mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari mengatur sedemikian rupa proses pengadaan reagents dan consumables tersebut.
Pengaturan itu agar KTFD yang sebelumnya sepakat menyerahkan pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada PT CPC bisa ditetapkan menjadi penyedia barang dan jasa.
Dengan cara memengaruhi panitia pengadaan dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dan spesifikasi teknis barang serta daftar barang.
Kemudian, jumlah barang berdasarkan data yang berasal dari PT CPC dengan spesifikasi yang mengarah pada merek atau produk perusahaan tertentu sesuai keinginan PT CPC.
Hakim mengatakan, berdasarkan fakta hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima dan menyita hasil korupsi Freddy senilai Rp 9,675 miliar dari kerugian negara Rp 10,861 miliar.