Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Korupsi Penanganan Flu Burung, Freddy Lumban Tobing Divonis 1 Tahun 4 Bulan Penjara

Kompas.com - 12/12/2019, 18:55 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC) Freddy Lumban Tobing divonis 1 tahun dan 4 bulan penjara serta denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yakni 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Adapun Freddy merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi terkait pengadaan reagents dan consumables penanganan virus flu burung DIPA APBN-P tahun anggaran 2007 pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan.

Baca juga: Korupsi Penanganan Flu Burung, Dirut PT CPC Didakwa Rugikan Negara Rp 12,3 Miliar

"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Freddy Lumban Tobing terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani saat membaca amar putusan, Kamis (12/12/2019).

Atas vonis ini, jaksa KPK menggunakan masa pikir-pikir. Sementara, Freddy menyatakan menerima vonis.

Hal yang memberatkan Freddy adalah perbuatannya tidak mendukung program pembangunan. Perbuatan Freddy juga tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Perbuatan Freddy turut memboroskan keuangan negara.

Sementara hal yang meringankan, Freddy bersikap sopan di persidangan, sudah lanjut usia dan belum pernah dihukum.

Baca juga: Pengusaha Didakwa Perkaya Diri Rp 10,8 Miliar dalam Dugaan Korupsi Penanganan Flu Burung

Hakim menganggap Freddy selaku Direktur Utama PT CPC memperkaya dirinya dan perusahaannya sebesar Rp 10,86 miliar dan memperkaya PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD) sebesar Rp 1,46 miliar.

Freddy juga dianggap terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 12,33 miliar dalam pengadaan reagents dan consumables tersebut.

Hal itu sesuai laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara yang tertuang dalam Surat Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Deputi Bidang Investigasi, Nomor: SR-548/D6/1/2012. 

Menurut hakim, Freddy bersama mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, Ratna Dewi Umar sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) dan mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari mengatur sedemikian rupa proses pengadaan reagents dan consumables tersebut.

Pengaturan itu agar KTFD yang sebelumnya sepakat menyerahkan pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada PT CPC bisa ditetapkan menjadi penyedia barang dan jasa.

Dengan cara memengaruhi panitia pengadaan dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dan spesifikasi teknis barang serta daftar barang.

Kemudian, jumlah barang berdasarkan data yang berasal dari PT CPC dengan spesifikasi yang mengarah pada merek atau produk perusahaan tertentu sesuai keinginan PT CPC.

Hakim mengatakan, berdasarkan fakta hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima dan menyita hasil korupsi Freddy senilai Rp 9,675 miliar dari kerugian negara Rp 10,861 miliar.

Dengan demikian, majelis mewajibkan Freddy membayar sisa kerugian negara yang belum diserahkan.

"Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 1.186.960.000 dan seterusnya paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan ini berkekuatan hukum tetap," kata hakim.

Baca juga: Dugaan Korupsi Penanganan Flu Burung, Freddy Lumban Tobing Dituntut 2 Tahun Penjara

Dengan ketentuan apabila tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

"Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi maka dipidana penjara selama 3 bulan," kata hakim.

Freddy dianggap terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com